Jurnal Lentera Kesehatan Masyarakat
Vol. 2, No. 1, April 2023
https://jurnalkesmas.co.id
HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA, UMUR DAN MASA KERJA DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA DI CV. SADA WAHYU KABUPATEN
BANTUL YOGYAKARTA
Tatik Wildasari, Rizki Eko Nurcahyo
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan,Yogyakarta, Indonesia
Email: wildaattan@gmail.com
Abstrak
Musculoskeletal Disorders adalah gangguan yang dialami seseorang dari keluhan ringan hingga nyeri parah pada bagian persendian, syaraf, otot dan tulang. belakang akibatt pekerjaan yang tidak alamiah. Hasil studi pendahuluan pada CV. Sada Wahyu didapatkan pekerja mengalami keluhan pada 9 bagian tubuh utama. Hal ini terjadi karena posisi punggung yang membungkuk sudut 88˚selama bekerja, proses kerja yang dilakukan berulang dengan waktu yang lama. Umur pekerja rata-rata berumur ≥35 tahun dan masa kerja rata-rata ≥5 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan postur kerja, umur dan masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di CV. Sada Wahyu Bantul, Yogyakarta. Jenis penelitian ini penelitian kuantitatif dengan rancangan peneltian cross sectional. Sampel berjumlah 42 orang. Teknik sampling menggunakan totality sampling. Instrumen menganalisis postur kerja terhadap kejadian keluhan Musculoskeletal Disorders adalah lembar Rapid Entrie Body Assessment. Untuk melihat keluhan Musculoskeletal Disorders menggunakan lembar Nordic Body Map. Analisis data uji chi square. Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara postur kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada pekerja p-value (0,033<0,05). Ada hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada pekerja p-value (0,012< 0,05), dan ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada pekerja p-value(0,009< 0,05). Terdapat hubungan secara statistik antara postur kerja, umur dan masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada pekerja CV. Sada Wahyu kabupaten Bantul.
Kata kunci: Postur Kerja, Umur, Masa Kerja, Keluhan Musculoskeletal Disorders, Pekerja Briket.
Pendahuluan
Era
globalisasi saat ini banyak perusahaan memiliki dampak positif dan dampak
negatif bagi industri. Indonesia sebagai negara berkembang sangat membutuhkan
sumber daya manusia yang sehat, efisien, serta produktif. Dalam menunjang
pembangunan nasional namun disamping itu tenaga kerja juga akan turut merasakan
akibat dari kemajuan teknologi saat ini, seperti terkena penyakit akibat kerja.
Sehingga para tenaga kerja sudah sewajarnya mendapatkan perlindungan diri,
jaminan kesehatan, dan pengembangan jaminan nasional (Widowati, 2021).
World
Health Organization (WHO) tahun 2021 menyatakan bahwa sekitar 1,71 miliar orang
mengalami gangguan Musculoskeletal Disorders di seluruh dunia. Di antara
gangguan musculoskeletal, nyeri pungung bagian bawah menyebabkan angka
tertinggi dengan prevalensi 568 juta orang. (WHO) (Gleadhill et al., 2021).
Berasarkan
data Riskesdas tahun (2018), prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia
sebesar 7,9%. Prevalensi tertinggi berdasarkan diagnosis berada di Aceh (13,3%)
kemudian Bengkulu (10,5%) dan Bali (8,5%) (Riskesdas, 2018).
Gangguan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) yaitu keluhan yang dirasakan seseorang mulai
dari keluhan ringan hingga nyeri berat pada area muskuloskeletal akibat bekerja
secara tidak wajar (Tarwaka, 2015). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 01
Tahun 1970 Keselamatan Kerja menyatakan bahwa setiap pekerja berhak atas
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan, kesejahteraan, dan
peningkatan produktivitas. Hal tersebut menjadikan semua orang yang berada di
lingkungan kerja perlu mendapatkan jaminan keselamatan. Sehingga perusahaan ataupun badan usaha
tersebut yang mempunyai risiko serta bahaya wajib memberikan perlindungan
keselamatan setiap pekerjanya (Indonesia & Indonesia, 1970).
Postur
kerja adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam sebuah pekerjaan, karena
dapat brpengaruh pada kesehatan tubuh seseorang. Seringkali seseorang dalam
bekerja ditemukan dengan keadaan postur kerja yang tidak alamiah pada saat
melakukan pekerjaan tanpa melihat efek dari kadaan yang dilakukan. Postur kerja tidak alamiah merupakan salah
satu faktor yang menjadi penyebab risiko keluhan MSDs (Keluhan et al., 2019).
Umur
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada tubuh dan pikiran seseorang.
Seringkali seseorang merasakan keluhan pada otot yang dialami pada umur 24-65
tahun. Keluhan otot yang dirasakan mulai dari umur 35 tahun dan akan meningkat
seiring bertambahnya usia. Para pekerja yang memiliki umur diatas 30 tahun
lebih dapat cepat menderita keluhan musculoskeletal disorders, berbeda halnya
dengan pekerja dengan umur yang <30 tahun. Puncak kekuatan otot terjadi pada
usia 20-29 tahun dan kemudian terus menurun seiring bertambahnya usia (Tarwaka, 2015).
Masa
kerja merupakan suatu hal yang berkaitan erat dengan yang dilakukan oleh
seseorang berdasarkan dengan adaptasi saat melakukan pekerjaan dan lingkungan
disekitarnya. Proses saat adaptasi di pekerjaan akan memiliki efek positif
seperti dapat mengurangi rasa tegang dan meningkatkan pengetahuan tentang
aktivitas pekerjaan, adapun yang memiliki efek negatif yaitu menyebabkan
keterpaparan lebih lama terhadap proses kerja yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami keluhan otot skeletal (Keluhan et al., 2019).
CV.
Sada Wahyu merupakan pabrik industri pembuatan briket bioarang dari batok
kelapa yang terletak di Desa Bugisan, Bantul, Yogyakarta. CV. Sada Wahyu
berdiri pada tahun 2011 dengan luas lahan 700 m persegi. CV. Sada Wahyu
merupakan pabrik industri yang waktu beroperasinya yaitu selama 6 hari kerja
dengan lama kerja 8 jam/hari.Total pekerja sebanyak 42 orang. Yang terdiri dari
25 orang perempuan dan 17 orang laki-laki, dimana rata-rata usia pekerja
berkisar dari ±26 – 62 tahun, dengan masa kerja ±4 –10 tahun. Proses kerja yang
terdapat di CV. Sada Wahyu terdiri dari 7 bagian yaitu bagian pemilahan bahan,
penyaringan, penghalusan, mixer, pemotongan, pengovenan dan packing.
Berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18 Ferbruari 2021.
Ditemukan pada karyawan CV. Sada Wahyu Yogyakarta beberapa pekerja dengan
postur kerja yang tidak ergonomis, dimana posisi punggung membunguk seperti
sudut 88˚ pada saat proses pengemasan produk. Adanya proses pengangkatan
briket ke mobil dengan posisi berdiri sering melakukan gerakan berulang dengan
durasi waktu yang cukup lama ±7 jam perhari. Dalam waktu 1 minggu 6 hari kerja
dan satu hari libur bahkan ada lembur jika ada borongan dari konsumen. Tindakan
kerja berulang-ulang dapat memicu terjadinya keluhan nyeri pada saat pekerja
melakukan proses pemotongan bahan dan di tahap packing sebagian pekerja dengan
posisi duduk kurang ergonomis karena tidak adanya penyanggah atau sandaran
tubuh pada kursi tempat pekerja. Dilakukan wawancara kepada 4 responden bagian
pemotongan, 1 orang perempuan yang memiliki umur 45 tahun dengan masa kerja 6
tahun, bagian pemilahan bahan 2 orang laki-laki yang pertama memiliki umur 50
tahun dengan masa kerja 6 tahun yang kedua berumur 52 tahun, masa kerja 8
tahun, dan pada bagian packing 1 orang laki-laki dengan umur 43 tahun, masa
kerja 7 tahun. Umur pekerja yang rentan mengalami keluhan nyeri otot yaitu
berumur ≥35 tahun dan pekerja yang mengeluhkan sakit saat diwawancara
mempunyai masa kerja ≥5 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan postur kerja, umur dan masa kerja dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di CV. Sada Wahyu Bantul,
Yogyakarta.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian cross
sectional. Sampel sebanyak 42 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik total sampling dengan cara mengambil seluruh sampel populasi. Alat yang
digunakan untuk menganalisis postur kerja dengan gangguan muskuloskeletal
(MSDs) menggunakan Rapid Entrie Body Assessment (REBA) dan untuk mengetahui
keluhan muskuloskeletal (MSDs) menggunakan lembar Nordic Body Map(NBM).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi-square.
Hasil dan
Pembahasan
HASIL
Hasil Univariat
Tabel
1. Distribusi frekuensi pekerja briket bioarang berdasarkan variable-variabel
penelitian di CV. Sada Wahyu Kabuaten Bantul, Yogyakarta sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi frekuensi pekerja briket bioarang
No. |
Variabel
penelitian |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
|||||
Variabel |
Kategori |
|
|
|||||
1. |
Postur kerja |
Sedang |
14 |
33.3 |
|
|||
Tinggi |
28 |
66.7 |
|
|||||
2. |
Umur |
<35
tahun |
15 |
35.7 |
|
|||
≥35
tahun |
27 |
64.3 |
|
|||||
3. |
Masa
kerja |
Masa
Kerja baru <5 tahun |
17 |
40.5 |
||||
Masa Kerja lama ≥5 tahun |
25 |
59.5 |
||||||
4. |
Keluhan
MSDs |
Ada keluhan |
26 |
61.9 |
||||
Tidak
ada keluhan |
16 |
38.1 |
||||||
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan
table 1 didapatkan output distribusi frekuensi responden berdasarkan postur
kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders pada CV. Sada Wahyu Bantul Yogyakarta pekerja yang persentase
terbanyak pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs dengan berisiko tinggi (skor
8-10) berjumlah 28 orang (66,7%) dengan jumlah pekerja 42 orang. pekerja yang
persentase terbanyak pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs dengan umur
≥35 tahun berjumlah 27 orang (64.3%) dengan jumlah pekerja 42 orang.
Pekerja yang persentase terbanyak mengalami keluhan MSDs dengan masa kerja
≥5 tahun berjumlah 25 orang (59,5%) dengan jumlah pekerja 42 orang. Pekerja
yang persentase terbanyak pada pekerja yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 26
orang (61,9%) dengan jumlah pekerja 42 orang.
Hasil Bivariat
Tabel
2. Hasil Uji Bivariat Variabel Bebas dengan Variabel Terikat pada pekerja
briket di CV. Sada Wahyu Bantul Yogyakarta.
No. |
Variabel |
Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) |
OR & CI 95% |
p-value |
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ada keluhan |
Tidak ada keluhan |
Total |
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Postur
kerja |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Berisiko
Tinggi (Skor 8-10) |
21 |
50.0 |
7 |
16.7 |
28 |
66.7 |
5.400(1.348-21.639) |
0.033 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Berisiko
Sedang (Skor 4-7) |
5 |
11.9 |
9 |
21.4 |
15 |
33.3 |
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Umur |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
21 |
50.0 |
6 |
14.3 |
27 |
64.3 |
7.000(1.717-28.545) |
0.012 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Umur muda
(<35 tahun) |
5 |
11.9 |
10 |
23.8 |
15 |
35.7 |
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Masa
kerja |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
20 |
47.6 |
5 |
11.9 |
26 |
59.5 |
7.333
(1.815 – 29.630) |
0.009 |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Masa kerja
baru(<5tahun) |
6 |
14.3 |
11 |
26.2 |
18 |
40.5 |
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sumber: Data Primer, 2021.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa
pekerja yang memiliki kategori berisiko tinggi (Skor REBA 8-10) sebsesar 5.40
kali lebih berisiko terhadap keluhan MSDs. Dibandingkan dengan kategori
berisiko sedang (skor REBA 4-7). Hasil koefisien korelasi menunjukkan nilaiip-value 0,033 dimana p-value < α atau 0,033 <
0,05. Yang artinya ada hubungan antara postur kerja dengan keluhan MSDs.
Pekerja yang memiliki kategori umur tua (≥35 tahun) adalah 7.00 kali
lebih besar dibandingkan dengan kategori umur muda (<35 tahun). Hasil koefisien
korelasi menunjukkan nilai p-value 0,033
dimana p-value < α atau
0,012< 0,05. Yang artinya ada hubungan antara umur dengan keluhan MSDs.
Kategori masa kerja lama (≥55 tahun) adalah 7.33 kali lebih besar
dibandingkan dengan kategori masa kerja muda (<5 tahun). Hasil koefisien
korelasi menunjukkan nilai p-value 0,009
dimana p-value < α atau 0,009
< 0, 05. Yang artinya ada hubungan antara umur dengan keluhan MSDs.
PEMBAHASAN
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan pada pekerja CV. Sada Wahyu Kabupaten Bantul
Yogyakarta untuk membahas tentang karakteristik dan variabel penelitian yaitu
sebagai berikut:
Hubungan Postur Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja di CV. Sada Wahyu
Bantul, Yogyakarta.
Hasil
penelitian yang telah dilakukan dampak postur kerja terhadap keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
pekerja CV. Sada Wahyu dengan jumlah pekerja 42 orang. Postur kerja risiko
tinggi (skor 8-10) yang mengalami keluhan MSDs yaitu 21 responden (50, 0%)
sedangkan yang tidak merasakan keluhan MSDs yaitu 7 responden (16,7%).
Dari
hasil analisis bivariat yang didapatkan menggunakan uji chi- square pada tabel 10 diketahui bahwa nilai signifikannya
sebesar 0,033 (p-value <0,05).
Berdasarkan hasil tersebut artinya ada hubungan antara postur kerja dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Diketahui nilai Odds Ratio (OR) yaitu
= 5.400 dan nilai confidence interval (CI:
95%) = 1.348 - 21.639 sehingga dapat diartikan bahwa pekerja yang memiliki
postur kerja berisiko tinggi (skor REBA 8-10) lebih berisiko terjadinya keluhan
MSDs sebanyak 5.400 kali lebih besar dibandingkan dengan postur kerja yang
berisiko sedang (skor REBA 4-7).
Hasil
penilaian postur kerja dengan kategori berisiko tinggi (skor REBA 8-10) maka
masuk ke dalam kategori tindakan level 4 yaitu diperlukan tindakan secepatnya.
Sedangkan hasil penilaian postur kerja dengan kategori berisiko sedang (skor
REBA 4-7) hasil tersebut masuk ke dalam kategori tindakan level 3 yaitu
diperlukannya tindakan. Menurut (Anggrianti et al., 2017) ada tiga dampak yang bisa menyebabkan seseorang
dengan posisi berdiri dalam jangka waktu yang sangat lama tanpa adanya waktu
istirahat atau peregangan. Yaitu adanya tekanan bagian sendi aliran balik darah
ke kaki. Dan terjadinya keluhan otot, bisa menyebabkan terhambatnya aliran
darah ke jantung karena tidak optimalnya saat melawan efek gravitasi bumi Hubungan
antara postur kerja berdiri dengan keluhan nyeri kaki pada pekerja aktivitas mekanik
section welding di PT. X (Anggrianti et al., 2017).
Pekerja
CV. Sada Wahyu didapatkan postur kerja berdiri tidak ergonomis dengan posisi
punggung membungkuk seperti sudut 80⁰ dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
dan rasa nyeri pada otot dengan jangka waktu yang relative lama ±7 jam perhari,
hal tersebut dikarenakan pada saat sedang bekerja, pekerja melakukan
perpindahan posisi, seperti kegiatan mengaduk dan memotong bahan yang posisi
leher menunduk membentuk sudut 25˚, posisi lengan atas yang lebih sering
digunakan dengan gerakan sudut 83˚ dalam waktu hampir ±7 jam. Sehingga
pada saat posisi berpindah otot saat itu berkontraksi menjadi melemah pada saat
posisi tersebut mempengaruhi postur kerja. Jadi bisa diperkirakan pekerja akan
mengalami keluhan MSDs dengan jangka waktu panjang.
Menurut
Tarwaka postur kerja yang tidak alamiah dapat terjadi karena tempat
kerja yang kurang mendukung antropometri pekerja (Tarwaka, 2015). Hasil observasi yang dilakukan pada CV. Sada
Wahyu menemukan beberapa stasiun kerja yang tidak sesuai dengan pengukuran
antropometri pekerja. Misalnya kursi yang digunakan pekerja saat memotong atau
mengemas produk briket terlalu kecil, tidak memiliki sandaran, ada yang pendek,
dan meja yang digunakan dalam proses pemurnian bahan juga berukuran pendek.
Akibatnya, pekerja yang bekerja dalam posisi condong dan berdiri dalam waktu
lama dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal
(Tarwaka,
2015).
Posisi
kerja duduk dengan leher yang menunduk dan posisi tangan menekuk saat memegang
alat pemotong yang telah di cetak. Posisi kaki yang kurang normal dan membentuk
sudut 34˚. Seba gian besar pekerja menggunakan kursi yang tidak ergonomis,
karena kursi yang digunakan tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh ketidaktahuannya pemilik perusahaan tentang
kenyamanan kursi setiap pekerja pada bagian masing-masing proses pembuatan
briket, bahkan ada yang berdiri saja dan tidak memiliki sandaran hal tersebut
menyebabkan punggung/badan sedikit membungkuk ke arah depan dengan membentuk
sudut 84˚, serta lengan bawah yang terangkat ke arah atas naik/turun.
Penelitian
Sjarifah Hal yang menyebabkan
MSDs pada pekerja adalah postur kerja yang tidak alamiah yang dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan (Sjarifah & Rosanti) dan
Postur kerja yang salah disebabkan oleh menekuknya tubuh bagian atas dan bawah
selama tugas-tugas seperti mengangkat, menyerahkan, dan memindahkan barang
bawaan (Prahastuti et al., 2021).
Berdasarkan
dari hasil survei menggunakan Nordic Body
Map yang dilakukan terhadap 42 pekerja. Sebanyak 25 orang (59,5%) memiliki
keluhan musculoskeletal disorders
(MSDs) sebanyak 17 orang (40,5%) tidak memiliki keluhan musculoskeletal disorders (MSDs). pekerja CV. Sada Wahyu menderita
penyakit di bahu, tangan, punggung, pinggul, dan betis.
Cara
pengendalian yang dilakukan agar dapat mencegah risiko terjadinya cedera pada
saat bekerja yang berkaiatan dengan sistem otot:
1)
Subtitusi: cara pengendalian Penanganan berupa mengganti alat atau
bahan bekas dengan bahan atau alat baru tampak aman untuk melengkapi prosedur
penggunaan alat tersebut. Dalam hal ini, pekerja harus mempertimbangkan untuk
menggunakan kursi hingga alat saat memotong bahan dan pengemasan. Kursi yang
dibutuhkan untuk pekerja sendiri adalah dengan memperhatikan karakteristik
pekerja serta harus dilengkapi dengan sandaran yang sesuai dengan anatomi tubuh
dan ada bantalan atau alas yang empuk sebagai penopangnya.
2)
Rekayasa manajemen: dengan cara mengedukasi pekerja dan
meningkatkan keahlian dengan cara pelatihan mengenai ergonomi agar pekerja
mengetahui wilayah atau lingkungan kerja dan peralatan kerja serta perilaku
kerja yang baik dan benar. Dengan adanya kegiatan tersebut dapat diharapkan
adanya inovasi dan penyesuaian pada upaya untuk mencegah resiko penyakit akibat
kerja.
3)
Mengatur jam kerja dan istirahat untuk melihat apakah mereka
seimbang dengan beban kerja yang dikerjakan oleh pekerja. Ada batasan jam kerja
dan istirahat sehingga pekerja akan sedikit berkurang kontak langsung dengan
sumber bahaya dan dapat dilakukan peregangan dan pemanasan sebelum bekerja
sehingga otot yang akan bekerja sudah siap.
Menurut
Tjahayuningtyas menyatakan postur tubuh tidak ergonomis, tidak
sesuainya antropometri pekerja dengan tempat kerja dapat menyebabkan masalah
pada sistem muskuloskeletal, termasuk sendi dan otot (Tjahayuningtyas, 2019). Posisi ini dapat menyebabkan kondisi yang
biasa dikenal dengan musculoskeletal
disorders (MSDs) (Tjahayuningtyas, 2019).
Penelitian
ini diperkuat dengan penelitian. Yang menyebutkan ada hubungan antara postur
kerja adengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders pada Pegawai di Biro Kepegawaian Kemenkes RI tahun 2020 dengan
nilai p-value 0,001. (p-value < 0,05) (Rahayu et al., 2020).
Hubungan Umur dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs). pada pekerja di CV. Sada Wahyu Bantul, Yogyakarta.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan pada 42 pekerja di.CV. Sada Wahyu dengan
kategori umur tua ≥ 35 tahun sebanyak 27 orang (64,3%). Dari hasil uji
statistik analisis bivariat di peroleh hasil uji chi square tabel 12 diperoleh bahwa nilai signifikannya 0,012 (p-value < 0,05) yang diartikan ada
hubungan antara umur terhadap keluhan Musculoskeletal
Disorders pada pekerja di CV. Sada Wahyu Bantul. Diketahui nilai Odds Ratio (OR) = 7.000 (95% CI 1.717 -
28.545) yang diartikan bahwa risiko pada pekerja dengan umur (≥35 tahun)
7.000 kali lebih memungkinkan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders dibandingkan dengan pekerja umur (<35
tahun). Umur (≥35 tahun) yang ada keluhan MSDs yaitu 21 responden (50,0%)
sedangkan tidak ada keluhan MSDs yaitu 6 responden (14,3%). Hasil dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa kategori umur tua (≥35 tahun) 64,3%
lebih banyak dari pada umur muda (<35 tahun) 35,7% sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Shobur yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna
antara umur (≥35 tahun) dengan keluhan MSDs. p-value 0,012< 0,05 yang
dilakukan pada pekerja tenun ikat Palembang (Rahayu et al., 2020)
Berdasarkan
penelitian Arma Keluhan MSDs
biasanya pertama kali dirasakan pada usia 35 tahun. Itu karena degenerasi
berupa kerusakan jaringan biasanya terjadi pada usia 30 tahun ke atas. Sehingga
jaringan yang rusak akan digantikan oleh jaringan parut. Dan menyebabkan
pengurangan cairan. Jadi semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko penurunan
elastisitas tulang yang dapat memicu keluhan MSDs (Arma et al., 2019). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Triastuti pada
tenaga kerja bongkar muat dipelabuhan Pantoloan Palu. Yang diketahui bahwa ada
hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs). Dengan nilai p-value
0,015. (p-value< 0,05) (Port, 2022).
Adanya
hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs). Hal tersebut disebabkan karena hampir seluruh pekerja
merupakan kategori umur ≥ 35 tahun. Yang di dapatkan pada hasil pengisian
kuesioner dan observasi mengalami keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs), karena sebagian besar pekerja di CV. Sada Wahyu memiliki
umur mulai dari 26-62 tahun lebih, hal tersebut merupakan umur yang berisiko
untuk terkena Musculoskeletal Disorders
(MSDs). Jika semakin tua umur seseorang maka kemampuan kerja seseorang akan
menurun terutama fungsi-fungsi tubuh dan otot mengalami perubahan dalam tingkat
kekuatannya. Menurut Tarwaka telah melakukan penelitian tentang kekuatan statis otot pria dan
wanita antara usia 20-60 tahun. Penelitian tentang lengan, punggung dan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa puncak kekuatan otot terjadi pada usia 20-29
tahun dan kemudian terus menurun seiring bertambahnya usia. Pada usia 60 tahun,
kekuatan otot rata-rata mengalami penurunan sebesar 20%. Penurunan kekuatan
otot meningkatkan risiko kerusakan otot. Hasil Penelitian ini semakin diperkuat
penelitian yang dilakukan (Palilingan et al., 2020) pada pekerja kacang sangrai di Kecamatan
Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Dan hasil menunjukan adanya hubungan antara umur
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs). Dengan nilai p-value 0, 002 (p-value <0, 05) (Palilingan et al., 2020).
Berdasarkan
Berdasarkan umur pada pekerja CV. Sada Wahyu mayoritas termasuk tua yaitu
≥ 35 tahun hal ini merupakan salah satu penyebab munculnya gejala-gejala
kerusakan jaringan dan mengakibatkan mudahnya seseorang mengalami keluhan MSDs.
Menurut penelitian Marcilin & Situngkir menyatakan bahwa dengan
bertambahnya seseorang, penurunan kekuatan tulang meningkat. Situasi ini
terjadi ketika seseorang berusia 30 tahun. Pada usia ini terjadi kerusakan
jaringan, degenerasi seperti penggantian jaringan parut (proses penyembuhan
atau cedera), terjadi dehidrasi, serta tulang dan otot berkurang (Sulistiyo et al., 2018).
Hubungan masa kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja di CV. Sada Wahyuu
Bantul, Yogyakarta.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan terhadap 42 pekerja di CV. Sada Wahyu Kabupaten
Bantul dengan masa kerja lama (≥5 tahun) sebanyak 25 orang (59,5%). Dari
hasil uji statistik analisis bivariat di peroleh hasil uji chi square pada tabel 12 bahwa nilai signifikannya 0,009 (p-value
< 0,05) dapat diartikan ada hubungan antara masa kerja terhadap keluhan Musculoskeletal Disorders pada pekerja
di CV. Sada Wahyu Bantul. Diketahui nilai Odds
Ratio (OR) = 7.333 (95% CI 1.815-29.630). Yang diartikan bahwa risiko
terjadinya keluhan Musculoskeletal
Disorders pada pekerja dengan masa kerja lama (≥ 5 tahun) adalah
7.333 kali lebih besar dibandingkan pekerja masa kerja sedang (<5 tahun).
Pekerjaadengan masa kerja lama yang mengalami keluhan MSDs yaitu 20 responden
(47,6%) sedangkan tidak merasakan keluhan MSDs yaitu 5 responden (11,9%).
Masa
kerja merupakan faktor yang bisa mempercepat terjadinya keluhan musculoskeletal. Pada pekerja yang
mempunyai masa kerja cukup lama dan dengan melakukan pekerjaan yang mengulang-ulang
gerakan yang sama, maka akan menyebabkan tekanan pada bagian yang mengalami
pergerakan secara terus menerus. Pada kasus ini pekerja briket dapat mengalami
keluhan musculoskeletal pada bagian
pergelangan tangan, punggung, bahu dan kaki dikarena melakukan gerakan
yanggsama dan terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Situmorang & Pujiyanto, 2021). Berdasarkan Hasil penelitian yang sejalan
dengan penelitian ini yaitu penelitian yang berjudul Hubungan Masa Kerja, Jenis
Kelamin, dan Sikap Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
pada Operator SPBU di Kota Kupang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara
masa kerja dengan keluhan MSDs, nilai p-value 0,004 (p-value < 0,05) (Tambuwun et al., 2020).
Menurut
(Dengan et al., 2019) Keluhan Musculoskeletal
Disorders dapat terjadi jika masa kerja individu bertambah, Jika aktivitas
tersebut dilakukan secara berulang dan terus menerus dan melakukan pekerjaan
yang monoton maka akan menimbulkan gangguan pada otot tubuh. Tekanan fisik juga
dapat mempengaruhi kinerja otot, karena tekanan menyebabkan gangguan kesehatan
tubuh yang dikenal dengan istilah kelelahan Musculoskeletal
(Dengan et al., 2019). Kejenuhan secara fisik dan psikis, masa kerja
melambangkan faktor risiko yang mempengaruhi individu saat bekerja. yang bisa
meningkatkan risiko terjadinya Musculoskeletal
Disorders, terpenting dalam jenis kegiatan yang membutuhkan energy dalam
jumlah yang besar. Semakin lama masa kerja individu, semakin lama pula paparan
terhadap aktivitas dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh pekerja, yang dapat
menimbulkan berbagai macam keluhan fisik akibat pekerjaan yang dilakukan setiap
harinya secara berulang (Aprianto et al., 2021). Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ullya Rahmawati, 2020) yang berjudul
Hubungan Faktor Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Pekerja Pembuatan Ulos. Menyebutkan bahwa ada
hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs), nilai p-value
0,005 (Ullya Rahmawati, 2020).
Pekerja
CV. Sada Wahyu umumnya memiliki masa kerja ≥5 tahun karena rata-rata
karyawan mulai bekerja sejak awal berdirinya CV. Sada Wahyu tersebut, Sebagian
besar pekerja menjadikan pekerjaan tersebut sebagai mata pencaharian utama
sehingga dengan masa kerja yang sangat lama pekerja cukup berisiko untuk
mengalami Musculoskeletal Disorders. Masa
kerja ≥5 tahun lebih berisiko mengalami keluhan MSDs dibandingkan pekerja
dengan masa kerja < 5 tahun. Hal ini terjadi semakin lama seseorang bekerja,
semakin lama seseorang terpapar lingkungan kerja dan stres fisik dalam jangka
waktu tertentu dapat menyebabkan kinerja otot yang buruk. Dengan ditandai
gerakan yang semakin lamban, dan tekanan akan menumpuk setiap hari. Masa kerja
yang lama mengakibatkan kesehatan yang memburuk yang disebut juga dengan
gangguan klinis atau kronis. Dan dapat berdampak terhadap tingginya risiko
gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
(Aprianto et al., 2021).
Pandangan
islam untuk penyakit akibat kerja terdapat pada surah Al-An’am ayat 17. Yang
artinya: “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak
ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan
kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.
Dalam
ayat ini, berarti bahwa jika mereka bekerja secara tidak alamiah dan membungkuk
tetapi dengan masa kerja yang lebih dari 5 tahun dan berjalan dengan seiring
bertambahnya umur maka keluhan itu akan meningkat sehingga mereka bisa
melakukan perubahan dengan menjalankan proses kerja sesuai dengan aturan dan
dilakukan dengan baik, serta menjaga kesehatan tubuh dengan rajin olahraga,
konsumsi makanan bergizi dan dari penangan sisi manajemennya. Maka tingkat
keluhan sakit akan bisa diminimalisir. Lingkungan kerja yang baik dan nyaman di
CV. Sada Wahyu sangat dibutuhkan oleh pekerja masing-masing untuk mendapatkan
sikap kerja secara produktif dan optimis untuk terhindar dari rasa lelah dan
dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan atur pola makanan yang di konsumsi agar
terhindar dari berbagai macam penyakit.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan dari hasil analisis
bivariat bahwa:
1.
Adanya hubungan antara postur kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada pekerja di CV. Sada Wahyu dengan nilai p-value 0,033.
2.
Ada hubungan antara umur kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) dengan nilai p-value 0,012.
3.
Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs). Dengan nilai p-value 0,009..
BIBLIOGRAFI
Anggrianti, S. M., Kurniawan, B., & Widjasena, B.
(2017). Hubungan Antara Postur Kerja Berdiri Dengan Keluhan Nyeri Kaki Pada
Pekerja Aktivitas Mekanik Section Welding Di Pt. X. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (Undip), 5(5), 369–377.
Aprianto, B., Hidayatulloh, A. F., & Zuchri, F. N.
(2021). Faktor Risiko Penyebab Musculoskeletal Disorders ( Msds ) Pada
Pekerja : A Systematic Review. 2, 16–25.
Arma, M., Septadina, I. S., & Legiran, L. (2019).
Factors Affecting Low Back Pain (Lbp) Among Public Transportation Drivers. Majalah
Kedokteran Sriwijaya, 51(4), 206.
Dengan, O., Musculoskeletal, K., & Msds, D.
(2019). Hibungan Umur , Jenis Kelamin , Masa Kerja Dan Kebiasaan Pada
Perawat Age , Sex , Length Of Service And Exercise Habits With Complaint Of
Musculoskeletal Disorders. 3(1), 23–30.
Gleadhill, C., Kamper, S. J., Lee, H., & Williams,
C. M. (2021). Exploring Integrated Care For Musculoskeletal And Chronic Health
Conditions. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 51(6),
264–268.
Indonesia, R., & Indonesia, P. R. (1970). Undang
Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang: Keselamatan Kerja. Sekretariat Negara:
Jakarta.
Keluhan, T., Pada, M., Keselamatan, P., &
Masyarakat, F. K. (2019). 2 . 619. 7, 619–625.
Palilingan, R. A., Keolahragaan, F. I., Ilmu, P.,
Masyarakat, K., Manado, U. N., Unima, J. K., Patar, T., Tondano, K., &
Utara, S. (2020). Hubungan Umur Dan Masa Kerja Dengan Keluhan
Muskuloskeletal Pada Pekerja Kacang Sangrai Di Kecamatan Kawangkoan Kabupaten
Minahasa. 5(2), 25–32.
Port, P. (2022). Faktor Faktor Yang Berhubungan
Dengan Keluhan Nyeri Otot ( Musculoskeletal Disorders ) Pada Tenaga Kerja
Bongkar Muat Di Pelabuhan Pantoloan Palu Factors Of Musculoskeletal Disorders
Complaints Of Stevedoring Labors In. 03, 98–106.
Prahastuti, B. S., Djaali, N. A., & Usman, S.
(2021). Faktor Risiko Gejala Muskuloskeletal Disorder (Msds) Pada Pekerja Buruh
Pasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 13(1), 47–54.
Rahayu, P. T., Setiyawati, M. E., Arbitera, C., &
Amrullah, A. A. (2020). Hubungan Faktor Individu Dan Faktor Pekerjaan Terhadap
Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pegawai Relationship Of Individual And
Occupational Factors To Complaints Of Musculoskeletal Disorders Among Employees.
11, 449–456.
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar
(Riskesdas). Journal Of Physics A: Mathematical And Theoretical, 44(8),
1–200.
Situmorang, M. H., & Pujiyanto, P. (2021).
Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Nifas Lengkap Di Indonesia: Analisis
Lanjut Data Riskesdas 2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat: Media
Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 13(2), 78–86.
Sulistiyo, T. H., Sitorus, R. J., & Ngudiantoro,
N. (2018). Analisis Faktor Risiko Ergonomi Dan Musculoskeletal Disorders Pada
Radiografer Instalasi Radiologi Rumah Sakit Di Kota Palembang. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 5(1), 26–37.
Tambuwun, J. H., Malonda, N. S. H., & Kawatu, P.
A. T. (2020). Hubungan Antara Usia Dan Masa Kerja Dengan Keluhan Muskulo-
Skeletal Pada Pekerja Mebel Di Desa Leilem Dua Kecamatan Sonder. 1(2),
1–6.
Tarwaka, E. I. (2015). Dasar Dasar Pengetahuan
Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat Kerja. Solo: Harapan Press.
Tjahayuningtyas, A. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi
Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pekerja Informal Factors
Affecting Musculoskeletal Disorders (Msds) In Informal Workers. The
Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, 8(1), 1–10.
Ullya Rahmawati. (2020). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Pengangkut Barang
Di Pasar Panorama Kota Bengkulu Ullya Rahmawati Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jl Tatabumi No . 3 Banyuraden Gamping Sleman Di Yogyakarta 405015 Pendahuluan B.
17(1), 49–56.
Widowati, E. (2021). Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Terapan Pada Sektor Informal.