Jurnal Lentera Kesehatan Masyarakat

Vol. 1, No. 1, April 2023

https://jurnalkesmas.co.id

 

ANALISIS RISIKO K3 PADA AKTIVITAS PEMBUATAN PAGAR DI BENGKEL LAS MAKMUR JAYA KABUPATEN CILACAP

 

Dyah Nur Indah Sari, Julian Dwi Saptadi

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia

Email: dyahnurindah2@gmail.com, julian.saptadi@ikm.uad.ac.id

 

Abstrak

Manajemen risiko K3 merupakan usaha untuk mengelola risiko K3 untuk mencegah kecelakaan kerja secara sistematis dan terstruktur. Pencegahan risiko kecelakaan kerja dapat menggunakan metode HIRADC. Bengkel Las Makmur Jaya merupakan usaha bidang sektor informal yang bergerak dibidang fabrikasi. Selama proses pembuatan pagar berlangsung, terdapat beberapa aktifitas seperti penggerindaan, pengelasan, pengecatan. Tingkat kesadaran para pekerja dalam penggunaan APD dinilai masih kurang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bahaya dan risiko K3 pada proses pembuatan pagar di Bengkel Las Makmur Jaya. Jenis penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Bahaya yang ditimbulkan saat proses pembuatan pagar ialah bahaya ergonomi, radiasi, listrik, mekanik, asap dan gas, fisika, kimiawi, api/panas,dan bahaya debu. Hasil penilaian risiko proses pembuatan pagar ialah terdapat 18  risiko rendah, 26 risiko sedang dan  21 risiko tinggi. Pengendalian yang telah dilakukan oleh Bengkel Las Makmur Jaya ialah pengendalian administratif dan penggunaan APD. Pembuatan pagar terdapat 4 tahapan, dengan jumlah tingkat risiko yang berbeda pada tiap tahapannya. Tahap pra-fabrikasi terdapat 2 risiko rendah, tahap fabrikasi 7 risiko rendah, 8 risiko sedang dan 5 risiko tinggi, tahap pemasangan pagar dengan 9 risiko rendah, 16 risiko sedang dan 15 risiko tinggi, tahap finishing 2 risiko sedang dan 1 risiko tinggi.

 

Kata kunci: Bahaya; Manajemen Risiko; HIRADC.

 

 


Pendahuluan

Industri pada sektor informal yang memiliki peran penting yaitu industri pengelasan. Penggunaan proses pengelasan pada penyambungan konstruksi pembangunan di Indonesia sangat diperlukan (Widharto, 2007). Hal ini disebabkan penduduk yang semakin meningkat, yang menyebabkan kebutuhan papan berupa rumah juga meningkat secara signifikan. Banyaknya rumah baru yang sedang proses pembangunan atau rumah lama yang sedang direnovasi, membuat peluang usaha industri pengelasan khususnya bengkel las di Indonesia menjadi peluang usaha yang tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Berbagai kebutuhan dalam pembangunan pemukiman, pastinya akan membutuhkan produk dari industri bengkel las, seperti kebutuhan pembuatan tralis, kanopi, roolling door, pagar besi maupun tangga besi. Sektor informal seperti bengkel las ini juga memerlukan adanya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen risiko mencakup penilaian, pemantauan dan pengendalian risiko yang dilakukan dengan sistematis melalui serangkaian kegiatan diantaranya antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian atau AREP (Ramli, 2019).

Bengkel Las Makmur Jaya, yang  berdiri sejak tahun 2002, selama hampir 20 tahun berdiri pemilik bengkel belum pernah melakukan analisis keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas pembuatan pagar di bengkel. Aktivitas pembuatan pagar melibatkan alat dan manusia, sehingga memiliki banyak potensi bahaya dan risiko K3.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan di Bengkel Las Makmur Jaya pada proses pembuatan pagar terdapat beberapa kejadian kecelakaan dan berpotensi terjadi kecelakaan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya unsafe act dan unsafe condition. Contoh unsafe condition ialah kabel yang berserakan, kabel las yang terbuka, dan terdapat tumpahan cat dan bensin di lantai. Sedangkan contoh dari unsafe act ialah pekerja tidak lengkap dalam menggunakan APD saat bekerja. 

Proses identifikasi bahaya dan analisis risiko dengan menggunakan  Hazard Identification Risk Assessment and Determinan Control (HIRADC) (Bachtiar et al., 2021). HIRADC ialah salah satu metode untuk melakukan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja, yang terdiri dari 3 tahap, diantaranya:

1.         Identifikasi bahaya

Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal dan memperkirakan suatu bahaya pada sistem yang diantaranya peralatan yang digunakan, tempat kerja, proses kerja, prosedur dan sebagainya. Dalam mengidentifikasi bahaya diperlukan informasi mengenai bahaya

2.         Penilaian Risiko

Penilaian risiko merupakan serangkaian penilaian yang digunakan untuk identifikasi bahaya yang dapat terjadi. Tujuan dari penilaian ini untuk mengontrol risiko dari proses, aktivitas yang dikerjakan memiliki tingkat penilaian yang dapat diterima. Rumus untuk menentukan seberapa tinggi tingkat risiko pada suatu bahaya:

 

Risiko = Likelihood x Severity

 

Nilai likelihood atau kemungkinan risiko terjadi, dan severity atau keparah yang ditimbulkan dapat ditentukan menggunakan matriks sebagai berikut:

 

Tabel 1. Kriteria Likelihood 

(Cooper, 2004)

Kriteria

Keterangan

Nilai

Rare

Mungkin terjadi, dalam kondisi tertentu, risiko jarang terjadi/ terjadi kurang dari 2 kali dalam 5 tahun

1

Unlikely

Jarang, tetap mungkin terjadi, risiko terjadi 2-3 kali dalam waktu 5 tahun

2

Moderate

Mungkin terjadi di waktu tertentu, risiko terjadi lebih dari 3 kali/ kurang dari 4 kali dalam 5 tahun

3

Likely

Sering terjadi, risiko terjadi 4-5 kali dalam 5 tahun

4

Almost certain

Paling sering terjadi, risiko terjadi lebih dari 5 kali dalam 5 tahun

5

 

Tabel 2. Kriteria Severity [4]

Kriteria

Keterangan

Nilai

Insignificant

Tidak ada cidera, kerugian kecil

1

Minor

Cidera ringan, kerugian sedang

2

Moderate

Cidera sedang, perlu P3K, kerugian besar

3

Major

Cidera berat, memerlukan bantuan medis, kerugian besar

4

Catastrophic

Terjadi kematian, gangguan produksi, dan kerugian sangat besar

5

 

Setelah menentukan nilai dari likelihood dan severity selanjutnya menentuk tingkat risiko menggunakan matriks penilaian risiko, sebagai berikut:

 

Tabel 3. Matriks Tingkat Risiko

 (Cooper, 2004)

 

Likelihood

Saverity

Insignificant 1

Minor 2

Moderate 3

Major 4

Catastrophic 5

1 (Rare)

Low

Low

Medium

High

High

2 (Unlikely)

Low

Low

Medium

High

Extreme

3 (Moderate)

Low

Medium

High

Extreme

Extreme

4 (Likely)

Medium

High

High

Extreme

Extreme

5 (Almost certain)

High

High

Extreme

Extreme

Extreme

 

Matriks ini membantu dalam menentukan potensi bahaya dan risiko yang memerlukan pemantauan dan pencegahan lebih dini, sehingga mengurangi adanya potensi kecalakaan kerja yang mungkin dapat terjadi di area kerja.

Setelah mengetahui tingkat risiko pada suatu bahaya, kemudian dilakukan evaluasi risiko dengan menggunakan kosep As Low As Reasonably Practicable (ALARP) yang bertujuan untuk mengetahui risiko tersebut dapat diterima oleh tubuh manusia atau tidak, jika risiko tidak dapat diterima lakukan pengendalian sesegera mungkin untuk menghindari adanya kecelakaan kerja saat melakukan aktivitas pekerjaan.

3.         Pengendalian risiko

Pengendalian dilakukan dengan menentukan skala prioritas terlebih dahulu. Pengendalian risiko menggunakan hirarki pengendalian bahaya, ialah:

a.       Eliminasi

Merupakan cara pengendalian yang bersifat permanen dan sebagai prioritas yang perlu diterapkan. Eliminasi ini dapat dilakukan dengan cara memindahkan obyek atau sistem kerja yang tidak sesuai dengan standar. Potensi bahaya dapat dihilangkan, oleh sebab itu cara pengendalian ini baik untuk dilakukan.

b.      Subtitusi

Substitusi adalah cara yang dilakukan dengan cara mengganti bahan atau peralatan yang berbahaya dengan bahan dan peralatan yang lebih aman untuk digunakan

c.         Rekayasa Teknik

Pengendalian dengan merubah struktur obyek kerja guna untuk mencegah pekerja terpapar potensi bahaya. Contoh obyek kerja berbahaya yang menggunakan pengendalian rekayasa teknik seperti pemberian pengaman pada mesin, memasang peredam suara pada ruangan yang menghasilkan kebisingan

d.        Administratif Kontrol

Pengendalian adminitratif dilakukan dengan cara membuat sistem kerja yang kemungkinan dapat mengurangi paparan potensi bahaya terhadap para pekerja hal ini perlu adanya pengawasan dan sikap pekerja yang mematuhi aturan yang telah dibuat

e.         Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung diri merupakan alat yang dapat melindungi pekerja dari potensi bahaya dalam melakukan pekerjaan. APD memiliki fungsi sebagai pembatas antara tubuh dengan potensi bahaya yang kemungkinan diterima oleh tubuh.

Penelitian terkait analisis risiko K3 pada sektor informal telah dilakukan oleh Irpan, Ginanjar, dan Fathimah tahun 2019, Pramono tahun 2021, Sriagustin tahun 2020, Fadhilah tahun 2020, dan Rosamia tahun 2015. Hasil pada masing-masing penelitian tersebut menunjukan terdapat aktivitas dengan tingkat risiko rendah sampai dengan tingkat risiko tinggi pada masing-masing sektor informal.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif. Penelitian metode deskriptif merupakan salah satu metode yang bersifat menggambarkan atau menganalisis hasil suatu penelitian. Tujuannya unuk mengetahui gambaran analisis manajemen risiko K3 dengan metode Hazard Identification Risk Assessment and Determinan Control (HIRADC).

Penelitian ini dilakukan di Bengkel Las Makmur Jaya Kabupaten Cilacap. Pada pada bulan November 2021, dengan 3 informan yang merupakan pekerja Bengkel Las Makmur Jaya. Subjek penelitian ini mewawancarai 3 orang, dengan rincian: informan kunci terdapat 1 orang, yaitu pekerja helper dan 2 informan triangulasi yaitu pemilik Bengkel Las Makmur Jaya dan tukang/ahli las.

 

Hasil dan Pembahasan

Penyusunan HIRADC pada penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi proses kerja dalam pembuatan pagar. Proses dalam pembuatan pagar dimulai dari survei awal atau pra-fabrikasi sampai dengan proses finishing, semua rangkaian proses tersebut menimbulkan potensi bahaya dan dapat menimbulkan risiko yang dapat membahayakan atau mencelakai pekerja.

Setiap proses memiliki aktivitas didalamnya, seperti pada proses fabrikasi dan pemasangan pagar terdapat aktivitas pemotongan, pengelasan, pengeboran dan pewarnaan pagar, semua aktivitas tersebut dapat menimbulkan risiko dikarenakan menggunakan peralatan. Identifikasi bahaya yang didapatkan dengan permasalahan pada proses pembuatan pagar ialah:

1.       Pekerja dengan postur janggal seperti membungkuk dan jongkok saat melakukan pekerjaan

2.       Terdapat kabel las yang terbuka

3.       Timbul cahaya ultraviolet

4.       Serbuk  gram pada benda yang berputar

5.       Benda tajam yang berputar

6.       Tumpahan cat dan bensin di lantai

7.       Timbul percikan api

8.       Adanya gas dan asap pada aktivitas pengelasan

9.       Peralatan dioperasikan dengan arus listrik

10.   Persediaan APD yang tidak lengkap

11.   Pekerja tidak menggunakan APD lengkap

12.   Tidak tersedia APAR

13.   Kabel yang berserakan

 

Dari permasalahan yang telah dilakukan identifikasi tersebut, timbul berbagai risiko kecelakaan diantaranya seperti low backpain atau pegal pada bagian punggung, carpal tunel syndrom, iritasi mata, kebakaran, tersengat listrik dan sebagainya.

 

Tabel 4. Hasil Analisis Risiko dan Penilaian Risiko

No

Tahapan Proses Kerja

Potensi Bahaya

Risiko

(L)

(S)

LOR

 

 

 

Proses Pra- Fabrikasi

 

1

Pengukuran lokasi pemasangan

Ergonomi: Dengan cara membungkuk

Low back pain, pegal-pegal

2

1

2

LR

 

Mekanik: Penggunaan meteran rol besi

Luka gores

2

1

2

LR

Proses Fabrikasi

 

1

Pengukuran Pipa Holo

Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk

Low back pain, pegal pada leher, kesemutan

2

1

2

LR

 

2

Pemotongan Material

Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk

Low back pain

2

1

2

LR

 

Listrik: Kabel berserakan

Tersandung, tersetrum

2

3

6

MR

 

Kebisingan: Suara yang dihasilkan oleh gerinda

Gangguan fungsi pendengaran

2

3

6

MR

 

Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam

Tersayat, jari terpotong, iritasi mata, kebutaan, Carpal Tunel Syndrom

4

3

12

HR

 

3

Pengelasan Material

Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk

Low back pain, nyeri punggung, keram otot, kesemutan

4

1

4

MR

 

Radiasi: Cahaya ultraviolet saat pengelasan

Cidera pada mata, pengliatan kabur

4

2

8

HR

 

Asap dan Gas: Mengeluarkan asap dan gas

Saluran pernafasan terganggu, sesak nafas

4

2

8

HR

 

Listrik: Kondisi kabel yang terkelupas

Tersengat aliran listrik

2

3

6

MR

 

Fisik: Menimbulkan percikan api

Kebakaran dan ledakan, luka bakar

1

3

3

MR

 

4

Penghalusan sisa las dengan gerinda

Mekanik: Alat gerinda yang tajam dan berputar

Tersayat, jari terpotong, iritasi mata, kebutaan

3

3

9

HR

 

Fisik (Debu): Sisa las jadi butiran halus seperti debu

Sesak nafas

3

1

3

LR

 

Ergonomi: Dengan cara jongkok

Low backpain, pegal-pegal

2

2

4

LR

 

5

Pendempulan pengelasan pagar

Ergonomi: Menggerakan pergelangan tangan secara berulang, dan bekerja jongkok dan membungkuk

Kesemutan, keram pada tangan, low back pain

2

2

4

LR

 

6

Pengamplasan  pagar

Ergonomi: Menggerakan pergelangan tangan secara berulang dengan cara jongkok dan membungkuk

Kesemutan, keram pada tangan, low backpain

2

2

4

LR

 

Fisik (debu): Menghasilkan butiran halus

Sesak nafas

3

2

6

MR

 

7

Pengecatan pagar

Kimiawi: Pengencer bensin dan kandungan bahan kimia dalam cat

Sesak nafas, batuk

3

3

9

HR

 

Ergonomi: Dengan cara membungkuk, dan mengangkat pagar ke tempat untuk melakukan pengecatan

Low backpain, pegal pada bagian pundak, dan tangan

3

2

6

MR

 

Kebisingan: Suara yang ditrimbulkan oleh mesin kompresor

Gangguan pendengaran

3

2

6

MR

 

8

Pengeringan cat pada pagar

Ergonomi: Dengan cara mengangkat pagar dengan manual, memindah ke tempat yang terik atau hanya di angin-anginkan

Pegal pada punggung, tangan terkilir

2

2

4

LR

 

Proses Pemasangan Pagar

 

1

Pengangkatan pagar ke mobil angkut

Ergonomi: Mengangkat pagar dengan cara manual

Low backpain, tangan terkilir

4

1

4

MR

 

2

Penurunan pagar dari mobil angkut ke tempat pemasangan

Ergonomi: Mengangkat pagar dengan cara manual

Low backpain dan tangan terkilir

4

1

4

MR

 

3

Pengangkatan pagar ke lantai 2

 

Fisika (ketinggian): Mengangkat dengan menggunakan tali menuju lantai 2

Tertimpa barang dari atas

 

2

3

6

MR

 

4

Pengukuran material untuk pembuatan scalep

Ergonomi:Dengan cara jongkok

Low back pain

2

1

2

LR

 

5

Pemotongan material

Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam dan berputar dengan kencang

Tersayat, terpotong, iritasi mata, dan kebutaan

4

3

12

HR

 

Ergonomi: Dengan cara jongkok

Low backpain

2

1

2

LR

 

Listrik: Rol kabel yang berserakan

Tersandung

2

3

6

MR

 

Kebisingan: Suara yang dihasilkan oleh alat gerinda

Ketulian

3

2

6

MR

 

6

Pengelasan scalep di tembok

Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan

Iritasi pada mata, mata perih

4

2

8

HR

 

Ergonomi: Membungkuk saat melakukan pekerjaan

Low backpain

4

2

8

HR

 

Listrik: Alat las yang digunakan salah satu kabelnya ada yang terbuka, dan kabel yang berserakan

Tersengat aliran listrik, tersandung

2

3

6

MR

 

Asap dan Gas: Pengelasan mengeluarkan asap dan gas

Sesak nafas, kanker paru-paru

4

2

8

HR

 

Fisik: Menghasilkan percikan api

Kebakaran, ledakan

1

3

3

MR

 

7

Pengelasan scalep dengan pagar

Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan

Iritasi mata, mata perih

4

2

8

HR

 

Asap dan Gas: Pengelasan mengeluarkan asap dan gas

Sesak nafas, kanker paru-paru

4

2

8

HR

 

Listrik: Kabel pada alat las ada yang terbuka

Tersetrum aliran arus listrik

2

3

6

MR

 

Fisik: Menghasilkan percikan api

Kebakaran, ledakan

1

3

3

MR

 

Ergonomi: Dengan cara membungkuk

Low backpain

4

2

8

HR

 

8

Penyatuan pagar 1 dengan yang lain

Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan

Iritasi mata, mata perih

4

2

8

HR

 

Listrik: Kabel yang terbuka, dan kabel yang berserakan

Tersengat aliran listrik, tersandung

2

3

6

MR

 

Asap dan Gas: Pengelasan menghasilkan asap dan gas

Sesak nafas, kanker paru-paru

4

2

8

HR

 

Fisik: Menghasilkan percikan api

Kebakaran, ledakan

1

3

3

MR

 

Ergonomi: Dengan cara membungkuk

Low backpain

4

2

8

HR

 

9

Pemotongan kaki pagar

Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam dan berputar dengan kencang

Jari terpotong, tersayat, dan kebutaan

4

3

12

HR

 

Listrik: Kabel berserakan

Tersandung

2

3

6

MR

 

Kebisingan: Menimbulkan suara yang tidak nyaman

Ketulian

3

2

6

MR

 

Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok

Low backpain, kaki pegal, kesemutan

2

1

2

LR

 

10

Pengeboran cor untuk memasang paku

Mekanik: Alat yang digunakan bergerak dengan menggunakan mesin

Tangan terluka

2

4

8

HR

 

Fisika (getaran): Alat yang digunakan menghasilkan getaran pada tangan

Tremor pada tangan

2

4

8

HR

 

Kebisingan (Fisik): Menghasilkan suara yang tidak nyaman

Ketulian

2

2

4

LR

 

Debu: Lingkungan pekerjaan banyak debu

Sesak nafas, batuk

3

1

3

LR

 

Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok

Low backpain, kaki pegal

2

1

2

LR

 

11

Pemasangan paku pada samping kaki pagar

Ergonomi: Pekerja melakukan dengan cara jongkok

Low backpain, tangan terluka

 

2

1

2

LR

 

12

Penyatuan paku dengan kaki pagar

Radiasi: Tanpa menggunakan kacamata safety dan muncul cahaya ultraviolet

Penglihatan kabur, iritasi mata

4

2

8

HR

 

Listrik: Kabel las terkelupas

Tersengat aliran listrik

2

3

6

MR

 

Asap dan Gas: Pengelasan menghasilkan asap dan gas

Sesak nafas, kanker paru-paru

4

2

8

HR

 

Fisik: Menimbulkan percikan api

Kebakaran dan ledakan

1

3

3

MR

 

Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok dan berpindah ke tempat yang lainnya

Low backpain, kesemutan, pegal pada kaki

2

1

2

LR

 

13

Pengecoran kaki pagar

Kimiawi: Bahan baku semen yang mengandung kapur dan zat kimia lain, pekerja  tidak memakai masker

Batuk, sesak nafas

4

1

4

MR

 

Ergonomi: Pencampuran bahan menggunakan tangan, dan dengan cara jongkok, dan tidak menggunakan safety shoes

Tangan terkilir

2

1

2

LR

 

Proses Finishing

 

1

Pengecatan ulang pagar

Bahan kimia: Tak jarang pekerja tidak menggunakan maskernya

Sesak napas

3

3

9

HR

 

Kebisingan: Sumber suara dari mesin

Gangguan fungsi pendengaran

3

2

6

MR

 

Ergonomi: Dengan cara membungkuk atau jongkok

Low back pain, pegal pada kaki, kesemutan

3

2

6

MR

 

 

 

Potensi bahaya dan risiko tersebut timbul dari faktor manusia dan peralatan. Risiko dari faktor manusia, dikarenakan kelalaian atau kurangnya pemahaman mengenai K3 di tempat kerja. Sedangkan faktor peralatan ditimbulkan dari cara kerja dari peralatan tersebut atau kurang berfungsinya alat tersebut sehingga menimbulkan bahaya bagi pekerja.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan pagar diantaranya seperti gerinda, bor, mesin las listrik, kompresor dan cat semprot dan alat perkakas lainnya. Mesin gerinda yang digunakan merupakan gerinda tangan, dimana gerinda tersebut menghasilkan getaran langsung pada tangan, sehingga menimbulkan tremor pada tangan. Hal ini juga pernah diteliti pada salah satu penelitian   menyatakan bahwa penggerindaan terdapat bahaya getaran yang dapat menybabkan gangguan syaraf tepi dan kesemutan pada tangan (Widowati & Rahayu, 2018). Selain menghasilkan getaran langsung pada tangan, penelitian lain dalam pengoperasian mesin gerinda juga menyebabkan risiko seperti menimbulkan gangguan pendengaran, tersengat aliran arus listrik, luka sayat, terkena gram gerinda, luka bakar karena percikan api, carpal tunel syndrom, dan gangguan pernafasan akibat debu yang ditimbulkan (E-mail, n.d.).

Mesin bor tangan digunakan untuk melubangi cor, dengan mata bor yang tajam dan menghasilkan getaran saat pengoperasian, sehingga menimbulkan bahaya mekanik dan bahaya getaran, selain itu mesin bor dioperasikan membutuhkan aliran listrik, hal ini memicu adanya bahaya elektrik. Bahaya-bahaya yang telah disebutkan tersebut masing-masing mengandung risiko. Menurut penelitian, penggunaan mesin bor dengan intensitas lama, dapat mengakibatkan gangguan hand arm vibration syndrome dan biasa dirasakan oleh tukang las, konstruksi dan tukang kayu (Pramuditta & Kunaefi, 2016).

Pengelasan merupakan proses penyambungan material dengan material lain sehingga membentuk pagar sesuai dengan desain yang diinginkan. Saat pengelasan berlangsung, secara langsung pekerja menghadapi bahaya, sehingga terpapar langsung oleh benda asing, percikan api dan sinar ultaviolet. Hal ini dapat mengakibatkan trauma pada pekerja. Pekerja yang terpapar langsung situasi seperti diatas, dapat menimbulkan beberapa bahaya diantaranya yaitu bahaya radiasi dari cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan, selain itu juga terdapat bahaya asap dan gas, dan bahaya panas/api, bahaya listrik. Pada penelitian lain, juga menemukan saat melakukan aktivitas pengelasan ada bahaya listrik dan bahaya radiasi, dan menimbulkan risiko seperti tersetrum, terpajan panas, terpajan cahaya las, terpajan asap las, dan kebakaran. Dengan adanya bahaya tersebut pekerja las tidak boleh menganggap remeh mengenai keselamatan kerja (Martalina et al., 2018).

Menurut penelitian, kelelahan pada mata saat melakukan pengelasan diakibatkan oleh paparan intensitas cahaya yang tinggi. Dimana intensitas cahaya tinggi mengakibatkan mata beradaptasi dengan terang dan gelap saat pengelasan. Munculnya percikan api dengan cepat sehingga dihasilkan intensitas cahaya yang tinggi, mengakibatkan mata melakukan adaptasi terang dan gelap dengan sangat cepat dan kuat. Saat mesin las dan logam dijauhkan secara otomatis intensitas cahaya akan menurun kembali pada kondisi cahaya normal, sehingga penglihatan pekerja yang berawal sangat menyilaukan mata kemudian selama beberapa detik pandangan akan menjadi gelap. Hal ini disebabkan adanya perbedaan intensitas cahaya, kondisi ini akan berlangsung selama pekerja melakukan pekerjaan (Husein, 2022). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa intensitas cahaya pada proses pengelasan berkisar kurang lebih 1505 lux. Cahaya tersebut dapat membakar iris dan epitel pigmen retina (Setiawan, 2017). Penelitian lain menyebutkan bahwa intensitas cahaya tinggi dengan mengandung cahaya ultraviolet dapat mengakibatkan fotokeratitis pada mata, diantaranya air mata berlebihan, kedutan yang abnormal, nyeri mata, dan iritasi mata (Kurniawan, 2017). Hal ini juga dirasakan oleh pekerja Bengkel Las Makmur Jaya, dikarenakan mereka terpapar tanpa menggunakan topeng las.

Proses pengelasan mengandung beberapa bahan kimia yang dikarenakan oleh elektroda atau kawat las yang digunakan. Pembakaran elektroda atau kawat las dengan logam akan menyebabkan penguapan logam, uap air logam yang memiliki temperatur tinggi kemudian akan berubah dingin sehingga berubah menjadi partikel-partikel halus berupa asap dengan ukuran 0,1-10΅m. Dalam kasat mata, seperti asap pada umumnya, namun asap ini mengandung partikel-partikel murni, dengan ukuran tersebut memungkinkan asap dalam masuk kedalam paru-paru (Qolik et al., 2018). Dalam asap pengelasan, mengandung beberapa macam gas yang membahayakan pekerja, diantaranya seperti carbon monoksida (CO), nitric oksida, nitrogen oksida dan ozon (O3). Dampak kesehatan bagi pekerja ialah kelaianan fungsi kerja ginjal dan sistem saraf, untuk gas seperti carbon monoksida dapat menyebabkan asfiksia yang cukup serius. Selain gas tersebut dalam asap juga mengandung zat mangan. Saat menghirup zat mangan ini dapat menimbulkan dampak yang cukup serius seperti kerusakan paru-paru, hati sistem saraf pusat dan ginjal tidak berfungsi dengan baik. Selain menimbulkan dampak buruk pada fungsi pernafasan, mangan juga memiliki dampak buruk pada sistem reproduksi terutama untuk lelaki, akan mengalami gangguan kesuburan pada pekerja laki-laki (Sukmandari et al., 2018).

  Setelah kerangka pagar sudah siap, akan dilanjutkan dengan pengecatan menggunakan mesin kompresor dan cat semprot. Cat semprot digunakan karena hasil akan lebih memuaskan konsumen dibandingkan dengan cat dengan kuas. Namun menurut penelitian, menyebutkan bahwa cat semprot lebih membahayakan bagi tubuh dibandingkan dengan cat kuas, hal ini dikarenakan cat semprot mengeluarkan partikel-partikel kecil yang menyebar kemudian berubah menjadi aerosol, aerosol ini dapat mengganggu kesehatan pekerja dan orang lain disekitar (Selviastuti et al., 2016).  Pekerja melakukan pekerjaan dengan menggunakan masker namun tidak benar memasangnya, sehingga fungsi masker tidak maksimal, hal ini dapat menyebabkan ganggu pernafasan.

Proses pengecatan kerangka pagar dilakukan pada ruangan terbuka (outdoor), sehingga bahan kimia tersebar luas. Menurut penelitian, penyemprotan cat yang terjadi di luar ruangan, memiliki dampak negatif karena partikel-partikel aerosol menyebar luas, sehingga tidak hanya dihirup oleh pekerja saja, namun dapat juga terhirup oleh orang lain yang berada disekitarnya (Damayanti et al., 2016). Selain partikel-partikel yang tersebar menjadi aerosol, kandungan kimia dalam cat juga membahayakan bagi tubuh. Kandungan yang ada di dalamnya ialah tiner, binder dan pigmen. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur pokok yang ada di dalam cat dan unsur tersebut membahayakan. Efek negatif efek negatif yang ditimbulkan dari kandungan cat tersebut ialah pusing, iritasi mata, sampai pada gangguan reproduksi, kerusakan pada sistem saraf pusat, kanker paru-paru, ISPA, dan iritasi kulit (Sriratih et al., 2021).

Postur pekerja yang janggal saat melakukan pekerjaan, dapat menimbulkan risiko. Sehingga pekerja sering mengeluhkan mengalami pegal-pegal, gangguan muschoskeletal disorders. Ini sesuai dengan penelitian bahwa sikap kerja berdiri, sikap kerja duduk/jongkok, sikap kerja membungkuk, dan membawa beban dapat menambah risiko cidera pada bagian musculoskeletal (Prasetyo, 2012). Menurut penelitian, faktor yang mempengaruhi keluhan muskuloskeletal disorders lebih dari 1 faktor risiko salah satunya yaitu manual handling (Tjahayuningtyas, 2019). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang lainnya, menyebutkan hal yang sama musculoskeletal disorders diakibatkan oleh postur tubuh yang janggal dan manual handling (Journal & Padi, 2023).

Selain permasalahan pada peralatan dan manusia, terdapat juga permasalahan unsafe condition atau kondisi tidak aman. Berdasarkan hasil observasi langsung dilapangan, didapatkan kondisi tidak aman yang dapat memicu adanya kecelakaan kerja, diantaranya seperti kabel yang berserakan, area tempat kerja yang berisik, adanya lantai yang berlubang dan tidak tersedia APAR dalam bengkel tersebut. Kabel-kabel yang berserakan dapat mengakibatkan korsleting listrik. APAR sangat penting dalam proses pengelasan, hal ini disebabkan terdapat percikan api yang dapat memicu terjadinya kebakaran, sehingga APAR harus tersedia di bengkel.

Hal tersebut tidak sesuai dengan salah satu syarat penerapan K3 menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran (Rahmat et al., 1970). Oleh karena itu pihak bengkel harus memenuhi syarat K3.

Risiko bahaya tidak hanya muncul dari peralatan yang digunakan dan pekerja, namun juga muncul dari lingkungan kerja. Lingkungan kerja sangat mempengaruhi pekerja saat melakukan pekerjaan. Dalam proses pembuatan pagar ini terdapat 2 lingkungan kerja yaitu bengkel las dan lokasi pemasangan pagar tersebut. Posisi bengkel las terletak pada pinggir jalan raya, sehingga menimbulkan bising yang ditimbulkan dari kendaraan yang berlalu lalang. Selain itu area kerja saat melakukan pekerjaan terlihat kabel-kabel dan material yang berserakan, berdebu, dan adanya suara bising dari peralatan yang dioperasikan. Penelitian menyatakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman akan menjadikan pekerja sehat dan produktif, sehingga akan meningkatkan kinerja dan hasil kerja tinggi, sebaliknya jika tidak ada kenyamanan dalam lingkungan kerja akan membuat pekerja merasa tidak bersemangat, bosan dan kurang optimal dalam pekerjaan (Bhastary & Suwardi, 2018).

Pada tahap identifikasi terdapat 2 potensi bahaya pada proses pra-fabrikasi, 20 potensi bahaya pada proses fabrikasi, 40 potensi bahaya pada proses pemasangan pagar, dan 3 potensi bahaya pada proses finishing. Tahap penentuan tingkat risiko terdapat 2 low risk pada proses pra-fabrikasi, pada proses fabrikasi terdapat 7 low risk, 8 medium risk dan 5 high risk, proses pemasangan pagar terdapat 9 low risk 16 medium risk dan 15 high risk, dan pada proses finishing ada 2 medium risk dan 1 high risk.

Selanjutnya melakukan evaluasi risiko menggunakan konsep ALARP, dengan konsep tersebut risiko dikelompokan menjadi 3, yaitu risiko dapat diterima, risiko dapat ditolerir dan risiko tidak dapat diterima. Hasil evaluasi risiko dalam penelitian ini 18 risiko dapat diterima, 26 risiko dapat ditolerir, dan 21 risiko tidak dapat diterima. Risiko dengan kategori dapat diterima tidak memerlukan tindakan pencegahan sesegera mungkin namun perlu juga melakukan tindakan pencegahan. Sedangkan untuk risiko tidak dapat diterima perlu adanya tindakan pencegahan sesegera mungkin guna untuk mencegah adanya kecelakaan kerja. Oleh sebab itu perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan merancang hirarki pengendalian.

Berdasarkan ISO 45001 pengendalian risiko dapat dilakukan dengan cara eliminasi, substitusi, pengendalian teknik, pengendalian administratif dan penggunaan alat pelindung diri (APD) (Institution, 2018). Pekerja Bengkel las Makmur Jaya telah menggunakan APD, namun kurang lengkap, APD tersebut pekerja membawa sendiri pihak Bengkel tidak menyediakan APD.

Dari permasalahan tersebut bengkel las Makmur Jaya belum memenuhi Permenakertrans No. 08 tahun 2010 (Dwi et al., 2021) tentang Alat Pelindung Diri pasal 2 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Menurut penelitian, pekerja harus menjamin kenyamanan dan keamanan para pekerja, dengan pekerja merasakan nyaman dan aman maka akan memiliki rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan di tempat kerjanya (Nugraha et al., 2018).

Ketersediaan APD ialah salah satu langkah untuk mencegah adanya kecelakaan dan risiko yang dapat terjadi di tempat kerja (Maarif & Hariyono, 2017). Jika tempat kerja tidak menyediakan APD dapat diartikan pengusaha telah membahayakan pekejaan dan dapat timbul risiko kerja dalam lingkungan kerja. Oleh sebab itu penyediaan APD menjadi sangat penting karena pekerja merupakan aset dari perusahaan, sebab itu jika terdapat kecelakaan kerja maka akan berkurang aset yang dimiliki oleh perusahaan. APD yang harus disediakan dalam pekerja welder ialah masker, sepatu safety, apron, sarung tangan, kacamatan safety, earplug, dan wearpack.

Pada saat pengelasan pekerja tidak menggunakan kacamata safety atau topeng las, sebab itu pekerja sering mengeluhkan mata terasa perih dan pegal pada malam hari setelah melakukan pengelasan, sehingga menyulitkan pekerja untuk istirahat dan pada akhirnya dapat mengganggu konsentrasi pada saat bekerja, sehingga akan mengakibatkan adanya kecelakaan kerja. Penelitian menyatakan bahwa kurang konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dapat berpotensi mengancam keselamatan yang tidak dapat terhindarkan (Swaputri, 2013).

Pada observasi secara langsung terdapat potensi bahaya listrik dengan kabel yang berserakan dan tidak tertata dengan rapi, kondisi tersebut dapat menimbulkan risiko seperti tersandung saat berjalan. Oleh sebab itu perlu adanya penanganan dengan menggunakan pengendalian rekayasa teknik dengan memasangkan klep pada rol kabel di dinding sehingga terlihat rapi dan tidak mengganggu pekerja, sedangkan menurut penelitian, pengendalian yang dapat digunakan dengan cara pengendalian teknik dengan memasangkan pelindung atau protector dan dipasang dengan rapi, sehingga mencegah adanya kerusakan pada kabel atau mengganggu pekerja (Primasari et al., 2016). 

 

Kesimpulan

Proses pembuatan pagar terbagi menjadi 4 tahap, yaitu tahap pra-fabrikasi, tahap fabrikasi, tahap pemasangan pagar, dan tahap finishing.Tahap pra-fabrikasi memiliki 1 risiko rendah, tahap fabrikasi memiliki 5 high risk, 8 moderate risk, dan 7 low risk. Tahap pemasangan pagar memiliki 15 high risk, 16 moderate risk, dan 9 low risk dan tahap finishing memiliki 2 moderate risk dan 1 high risk. Evaluasi risiko dengan konsep ALARP diategorikan terdapat 18 risiko dengan kategori dapat diterima, 26 risiko dapat ditolerir dan 21 risiko tidak dapat diterima. Pengendalian yang telah dilakukan pada Bengkel Las Makmur Jaya ini dengan menerapkan istirahat pada siang hari dan penggunaan P3K saat ada kecelakaan.

 

BIBLIOGRAFI

 Bachtiar, E., Mahyuddin, M., Nur, N. K., Tumpu, M., Rosyidah, M., Setiawan, A. M., Erdawaty, E., Yanti, Y., Ihsan, M., & Makbul, R. (2021). Manajemen K3 Konstruksi. Yayasan Kita Menulis.

Bhastary, M. D., & Suwardi, K. (2018). Analisis Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Pt.Samudera Perdana. Jurnal Manajemen Dan Keuangan, 7(1), 47–60. Https://Doi.Org/10.33059/Jmk.V7i1.753

Cooper, D. (2004). The Australian And New Zealand Standard On Risk Management, As/Nzs 4360: 2004. Tutorial Notes: Broadleaf Capital International Pty Ltd, 128–151.

Damayanti, A. R., Yusmawan, W., & Naftali, Z. (2016). Pengecatan Mobil Pengguna Cat Semprot ( Studi Pada Bengkel Pengecatan Mobil Di Kota Semarang ). Jurnal Kedokteran Diponegoro, 5(4), 375–385. Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Medico

Dwi, C., Putri, A., & Syakurah, R. A. (2021). Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Pada Tenaga Kesehatan Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 : Sebuah Kajian Literasi Infection Prevention And Control In Health Workers In Facing The Covid-19 Pandemic : A Literature Study. Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(2), 227–237.

E-Mail, P. L. N. P. (N.D.). Operator Mesin Gerinda Hazard Identification And Risk Assessment Of Grinding Machine Operator.

Husein, M. (2022). Hubungan Faktor Pekerja Dan Intensitas Cahaya Las Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(1), 339. Https://Doi.Org/10.33087/Jiubj.V22i1.1796

Institution, B. S. (2018). Bs Iso 45001: 2018: Occupational Health And Safety Management Systems-Requirements With Guidance For Use. Bsi Standards Limited.

Journal, P., & Padi, P. (2023). Physio Journal. 3(1).

Kurniawan, A. (2017). Gejala Fotokeratitis Akut Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet (Uv) Pada Pekerja Las Di Pt. Pal Indonesia Surabaya. Ikesma, 13(1), 22–31. Https://Doi.Org/10.19184/Ikesma.V13i1.7021

Maarif, S., & Hariyono, W. (2017). Pengawasan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Pada Welder Di Pt Gunanusa Utama Fabricators Kabupaten Serang.

Martalina, S., Yetti, H., & Lestari, Y. (2018). Identifikasi Bahaya Dan Risiko Keselamatan Kerja Pada Saat Overhaul Di Area Kiln Pt. X Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(1), 14. Https://Doi.Org/10.25077/Jka.V7i1.774

Nugraha, S. A., Mawardi, W., & Purwangka, F. (2018). Identifikasi Kompetensi Kerja Pada Area Docking Kapal Di Ppn Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Samudra Akuatika, 2(1), 23–34.

Pramuditta, L., & Kunaefi, T. D. (2016). Pengaruh Paparan Getaran Mesin Terhadap Kelelahan Dan Hand Arm Vibration Syndrome (Havs) Pada Pekerja Di Industri Beton Pracetak (Studi Kasus Pt Scg Pipe And Precast Indonesia). Jurnal Teknik Lingkungan, 22(2), 42–51.

Prasetyo, W. S. & W. (2012). Perbaikan Postur Kerja Untuk Mengurangi Keluhan Muskuloskeletal Dengan Pendekatan Metode Owas (Studi Kasus Di Ud. Rizki Ragil Jaya – Kota Cilegon). Spektrum Industri: Jurnal Ilmiah Pengetahuan Dan Penerapan Teknik Industri, 10(1), 69–81.

Primasari, A., Denny, H., & Ekawati, E. (2016). Penerapan Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control (Hirarc) Sebagai Pengendalian Potensi Kecelakaan Kerja Di Bagian Produksi Body Bus Pt. X Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 4(1), 284–292. Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jkm

Qolik, A., Yoto, Y., Basuki, B., Sunomo, S., & Wahono, W. (2018). Bahaya Asap Dan Radiasi Sinar Las Terhadap Pekerja Las Di Sektor Informal. Jurnal Teknik Mesin Dan Pembelajaran, 1(1), 1. Https://Doi.Org/10.17977/Um054v1i1p1-4

Rahmat, D., Yang, T., & Esa, M. (1970). A R T I K E Lt E Nt A Ng Ha M. 14.

Ramli, S. (2019). Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 Ohs Risk Management.

Selviastuti, R., Darundiati, Y., & Setiani, O. (2016). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Timbal (Pb) Pada Pekerja Karoseri Bus “X” Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 4(3), 871–878. Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jkm

Setiawan, D. (2017). Hubungan Antara Umur Dan Intensitas Cahaya Las Dengan Kelelahan Mata Pada Juru Las Pt. X Di Kabupaten Gresik. The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, 5(2), 142. Https://Doi.Org/10.20473/Ijosh.V5i2.2016.142-152

Sriratih, E. A., Suhartono, S., & Nurjazuli, N. (2021). Analisis Faktor Lingkungan Fisik Dalam Ruang Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Negara Berkembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 9(4), 473–482.

Sukmandari Et Al. (2018). Potensi Bahaya Kerja Pada Pekerja Industri Manufaktur Logam Potential Work Hazard On Metal Manufacturing Industry Erna Agustin Sulogam, Manufaktur, Debu Logam, Keselamatan Dan, And Kesehatan Kerja. “Potensi Bahaya Kerja Pada Pekerja Industri Manufaktur Lo. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan Rs. Dr. Soetomo, 4 No. 2, 170–177.

Swaputri, E. (2013). Analisis Penyebab Kecelakaa Kerja. Kesehatan Masyarakat, 9(1), 37–43.

Tjahayuningtyas, A. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Pekerja Informal. The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, 8(1), 1. Https://Doi.Org/10.20473/Ijosh.V8i1.2019.1-10

Widharto, S. (2007). Menuju Juru Las Tingkat Dunia. Jakarta: Pt. Pradnya Paramita.

Widowati, E., & Rahayu, S. R. (2018). Penggunaan Job Hazard Analysis Dalam Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja Pada Pengrajin Logam. Higeia (Journal Of Public Health Research And Development), 2(4), 510–519.