Jurnal Lentera Kesehatan Masyarakat
Vol. 1, No. 1, April 2023
https://jurnalkesmas.co.id
ANALISIS RISIKO K3 PADA AKTIVITAS
PEMBUATAN PAGAR DI BENGKEL LAS MAKMUR JAYA KABUPATEN CILACAP
Dyah Nur Indah Sari, Julian Dwi Saptadi
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia
Email: dyahnurindah2@gmail.com,
julian.saptadi@ikm.uad.ac.id
Abstrak
Manajemen risiko K3 merupakan usaha untuk mengelola
risiko K3 untuk mencegah kecelakaan kerja secara sistematis dan terstruktur.
Pencegahan risiko kecelakaan kerja dapat menggunakan metode HIRADC. Bengkel Las
Makmur Jaya merupakan usaha bidang sektor informal yang bergerak dibidang
fabrikasi. Selama proses pembuatan pagar berlangsung, terdapat beberapa
aktifitas seperti penggerindaan, pengelasan, pengecatan. Tingkat kesadaran para
pekerja dalam penggunaan APD dinilai masih kurang. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis bahaya dan risiko K3 pada proses pembuatan pagar di Bengkel Las
Makmur Jaya. Jenis penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan metode
penelitian deskriptif. Bahaya yang ditimbulkan saat proses pembuatan pagar
ialah bahaya ergonomi, radiasi, listrik, mekanik, asap dan gas, fisika,
kimiawi, api/panas,dan bahaya debu. Hasil penilaian risiko proses pembuatan
pagar ialah terdapat 18 risiko rendah,
26 risiko sedang dan 21 risiko tinggi.
Pengendalian yang telah dilakukan oleh Bengkel Las Makmur Jaya ialah
pengendalian administratif dan penggunaan APD. Pembuatan pagar terdapat 4
tahapan, dengan jumlah tingkat risiko yang berbeda pada tiap tahapannya. Tahap
pra-fabrikasi terdapat 2 risiko rendah, tahap fabrikasi 7 risiko rendah, 8
risiko sedang dan 5 risiko tinggi, tahap pemasangan pagar dengan 9 risiko rendah,
16 risiko sedang dan 15 risiko tinggi, tahap finishing 2 risiko sedang dan 1
risiko tinggi.
Kata kunci: Bahaya; Manajemen Risiko; HIRADC.
Pendahuluan
Industri pada sektor
informal yang memiliki peran penting yaitu industri pengelasan. Penggunaan
proses pengelasan pada penyambungan konstruksi pembangunan di Indonesia sangat
diperlukan (Widharto, 2007). Hal ini disebabkan penduduk yang semakin
meningkat, yang menyebabkan kebutuhan papan berupa rumah juga meningkat secara signifikan. Banyaknya rumah baru yang
sedang proses pembangunan atau rumah lama yang sedang direnovasi, membuat
peluang usaha industri pengelasan khususnya bengkel las di Indonesia menjadi
peluang usaha yang tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Berbagai
kebutuhan dalam pembangunan pemukiman, pastinya akan membutuhkan produk dari
industri bengkel las, seperti kebutuhan pembuatan tralis, kanopi, roolling door, pagar besi maupun tangga
besi. Sektor informal seperti bengkel las ini juga memerlukan adanya sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen risiko mencakup penilaian,
pemantauan dan pengendalian risiko yang dilakukan dengan sistematis melalui
serangkaian kegiatan diantaranya antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
pengendalian atau AREP (Ramli, 2019).
Bengkel Las Makmur Jaya,
yang berdiri sejak tahun 2002, selama
hampir 20 tahun berdiri pemilik bengkel belum pernah melakukan analisis
keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas pembuatan pagar di bengkel.
Aktivitas pembuatan pagar melibatkan alat dan manusia, sehingga memiliki banyak
potensi bahaya dan risiko K3.
Berdasarkan observasi dan
wawancara yang telah dilakukan di Bengkel Las Makmur Jaya pada proses pembuatan
pagar terdapat beberapa kejadian kecelakaan dan berpotensi terjadi kecelakaan.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya unsafe
act dan unsafe condition. Contoh unsafe condition ialah kabel yang
berserakan, kabel las yang terbuka, dan terdapat tumpahan cat dan bensin di
lantai. Sedangkan contoh dari unsafe act
ialah pekerja tidak lengkap dalam menggunakan APD saat bekerja.
Proses identifikasi bahaya
dan analisis risiko dengan menggunakan Hazard Identification Risk Assessment and
Determinan Control (HIRADC) (Bachtiar et al., 2021). HIRADC ialah salah satu metode untuk
melakukan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja, yang terdiri dari 3
tahap, diantaranya:
1.
Identifikasi bahaya
Identifikasi bahaya adalah
suatu usaha untuk mengetahui, mengenal dan memperkirakan suatu bahaya pada
sistem yang diantaranya peralatan yang digunakan, tempat kerja, proses kerja,
prosedur dan sebagainya. Dalam mengidentifikasi bahaya diperlukan informasi mengenai
bahaya
2.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko merupakan
serangkaian penilaian yang digunakan untuk identifikasi bahaya yang dapat
terjadi. Tujuan dari penilaian ini untuk mengontrol risiko dari proses,
aktivitas yang dikerjakan memiliki tingkat penilaian yang dapat diterima. Rumus
untuk menentukan seberapa tinggi tingkat risiko pada suatu bahaya:
Risiko = Likelihood
x Severity
Nilai likelihood atau kemungkinan risiko terjadi, dan severity atau keparah yang ditimbulkan
dapat ditentukan menggunakan matriks sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Likelihood
(Cooper, 2004)
Kriteria |
Keterangan |
Nilai |
Rare |
Mungkin terjadi, dalam
kondisi tertentu, risiko jarang terjadi/ terjadi kurang dari 2 kali dalam 5
tahun |
1 |
Unlikely |
Jarang, tetap mungkin
terjadi, risiko terjadi 2-3 kali dalam waktu 5 tahun |
2 |
Moderate |
Mungkin terjadi di waktu
tertentu, risiko terjadi lebih dari 3 kali/ kurang dari 4 kali dalam 5 tahun |
3 |
Likely |
Sering terjadi, risiko
terjadi 4-5 kali dalam 5 tahun |
4 |
Almost certain |
Paling sering terjadi,
risiko terjadi lebih dari 5 kali dalam 5 tahun |
5 |
Tabel 2. Kriteria Severity
[4]
Kriteria |
Keterangan |
Nilai |
Insignificant |
Tidak ada cidera,
kerugian kecil |
1 |
Minor |
Cidera ringan, kerugian
sedang |
2 |
Moderate |
Cidera sedang, perlu P3K,
kerugian besar |
3 |
Major |
Cidera berat, memerlukan
bantuan medis, kerugian besar |
4 |
Catastrophic |
Terjadi kematian,
gangguan produksi, dan kerugian sangat besar |
5 |
Setelah menentukan nilai
dari likelihood dan severity selanjutnya menentuk tingkat risiko menggunakan
matriks penilaian risiko, sebagai berikut:
Tabel 3. Matriks Tingkat Risiko
(Cooper, 2004)
Likelihood |
Saverity |
||||
Insignificant 1 |
Minor 2 |
Moderate 3 |
Major 4 |
Catastrophic 5 |
|
1 (Rare) |
Low |
Low |
Medium |
High |
High |
2 (Unlikely) |
Low |
Low |
Medium |
High |
Extreme |
3 (Moderate) |
Low |
Medium |
High |
Extreme |
Extreme |
4 (Likely) |
Medium |
High |
High |
Extreme |
Extreme |
5 (Almost certain) |
High |
High |
Extreme |
Extreme |
Extreme |
Matriks ini membantu dalam
menentukan potensi bahaya dan risiko yang memerlukan pemantauan dan pencegahan
lebih dini, sehingga mengurangi adanya potensi kecalakaan kerja yang mungkin
dapat terjadi di area kerja.
Setelah mengetahui tingkat
risiko pada suatu bahaya, kemudian dilakukan evaluasi risiko dengan menggunakan
kosep As Low As Reasonably Practicable
(ALARP) yang bertujuan untuk mengetahui risiko tersebut dapat diterima oleh
tubuh manusia atau tidak, jika risiko tidak dapat diterima lakukan pengendalian
sesegera mungkin untuk menghindari adanya kecelakaan kerja saat melakukan
aktivitas pekerjaan.
3.
Pengendalian risiko
Pengendalian dilakukan
dengan menentukan skala prioritas terlebih dahulu. Pengendalian risiko
menggunakan hirarki pengendalian bahaya, ialah:
a.
Eliminasi
Merupakan cara pengendalian
yang bersifat permanen dan sebagai prioritas yang perlu diterapkan. Eliminasi
ini dapat dilakukan dengan cara memindahkan obyek atau sistem kerja yang tidak
sesuai dengan standar. Potensi bahaya dapat dihilangkan, oleh sebab itu cara
pengendalian ini baik untuk dilakukan.
b.
Subtitusi
Substitusi adalah cara yang
dilakukan dengan cara mengganti bahan atau peralatan yang berbahaya dengan
bahan dan peralatan yang lebih aman untuk digunakan
c.
Rekayasa Teknik
Pengendalian dengan merubah
struktur obyek kerja guna untuk mencegah pekerja terpapar potensi bahaya.
Contoh obyek kerja berbahaya yang menggunakan pengendalian rekayasa teknik
seperti pemberian pengaman pada mesin, memasang peredam suara pada ruangan yang
menghasilkan kebisingan
d.
Administratif Kontrol
Pengendalian adminitratif
dilakukan dengan cara membuat sistem kerja yang kemungkinan dapat mengurangi
paparan potensi bahaya terhadap para pekerja hal ini perlu adanya pengawasan
dan sikap pekerja yang mematuhi aturan yang telah dibuat
e.
Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung diri
merupakan alat yang dapat melindungi pekerja dari potensi bahaya dalam
melakukan pekerjaan. APD memiliki fungsi sebagai pembatas antara tubuh dengan
potensi bahaya yang kemungkinan diterima oleh tubuh.
Penelitian terkait analisis
risiko K3 pada sektor informal telah dilakukan oleh Irpan, Ginanjar, dan
Fathimah tahun 2019, Pramono tahun 2021, Sriagustin tahun 2020, Fadhilah tahun
2020, dan Rosamia tahun 2015. Hasil pada masing-masing penelitian tersebut menunjukan
terdapat aktivitas dengan tingkat risiko rendah sampai dengan tingkat risiko
tinggi pada masing-masing sektor informal.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif. Penelitian metode
deskriptif merupakan salah satu metode yang bersifat menggambarkan atau
menganalisis hasil suatu penelitian. Tujuannya unuk mengetahui gambaran
analisis manajemen risiko K3 dengan metode Hazard
Identification Risk Assessment and Determinan Control (HIRADC).
Penelitian ini dilakukan di
Bengkel Las Makmur Jaya Kabupaten Cilacap. Pada pada bulan November 2021,
dengan 3 informan yang merupakan pekerja Bengkel Las Makmur Jaya. Subjek
penelitian ini mewawancarai 3 orang, dengan rincian: informan kunci terdapat 1
orang, yaitu pekerja helper dan 2
informan triangulasi yaitu pemilik Bengkel Las Makmur Jaya dan tukang/ahli las.
Hasil dan Pembahasan
Penyusunan HIRADC pada
penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi proses kerja dalam pembuatan
pagar. Proses dalam pembuatan pagar dimulai dari survei awal atau pra-fabrikasi
sampai dengan proses finishing, semua
rangkaian proses tersebut menimbulkan potensi bahaya dan dapat menimbulkan
risiko yang dapat membahayakan atau mencelakai pekerja.
Setiap proses memiliki
aktivitas didalamnya, seperti pada proses fabrikasi dan pemasangan pagar
terdapat aktivitas pemotongan, pengelasan, pengeboran dan pewarnaan pagar,
semua aktivitas tersebut dapat menimbulkan risiko dikarenakan menggunakan
peralatan. Identifikasi bahaya yang didapatkan dengan permasalahan pada proses
pembuatan pagar ialah:
1. Pekerja dengan postur janggal seperti
membungkuk dan jongkok saat melakukan pekerjaan
2. Terdapat kabel las yang terbuka
3. Timbul cahaya ultraviolet
4. Serbuk
gram pada benda yang berputar
5. Benda tajam yang berputar
6. Tumpahan cat dan bensin di lantai
7. Timbul percikan api
8. Adanya gas dan asap pada aktivitas pengelasan
9. Peralatan dioperasikan dengan arus listrik
10. Persediaan APD yang tidak lengkap
11. Pekerja tidak menggunakan APD lengkap
12. Tidak tersedia APAR
13. Kabel yang berserakan
Dari permasalahan yang
telah dilakukan identifikasi tersebut, timbul berbagai risiko kecelakaan
diantaranya seperti low backpain atau
pegal pada bagian punggung, carpal tunel
syndrom, iritasi mata, kebakaran, tersengat listrik dan sebagainya.
Tabel 4. Hasil Analisis Risiko dan Penilaian
Risiko
No |
Tahapan Proses Kerja |
Potensi Bahaya |
Risiko |
(L) |
(S) |
LOR |
|
|||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
Proses Pra- Fabrikasi |
|
|||||||||||
1 |
Pengukuran lokasi
pemasangan |
Ergonomi: Dengan cara membungkuk |
Low back pain, pegal-pegal |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||
Mekanik: Penggunaan meteran rol besi |
Luka gores |
2 |
1 |
2 LR |
||||||||
Proses Fabrikasi |
|
|||||||||||
1 |
Pengukuran Pipa Holo |
Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk |
Low back pain, pegal pada leher, kesemutan |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||
2 |
Pemotongan Material |
Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk |
Low back pain |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||
Listrik: Kabel berserakan |
Tersandung, tersetrum |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Kebisingan: Suara yang dihasilkan oleh gerinda |
Gangguan fungsi
pendengaran |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam |
Tersayat, jari terpotong,
iritasi mata, kebutaan, Carpal Tunel
Syndrom |
4 |
3 |
12 HR |
|
|||||||
3 |
Pengelasan Material |
Ergonomi: Dengan cara jongkok dan membungkuk |
Low back pain, nyeri punggung, keram otot, kesemutan |
4 |
1 |
4 MR |
|
|||||
Radiasi: Cahaya ultraviolet saat pengelasan |
Cidera pada mata,
pengliatan kabur |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Asap dan Gas: Mengeluarkan asap dan gas |
Saluran pernafasan
terganggu, sesak nafas |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Listrik: Kondisi kabel yang terkelupas |
Tersengat aliran listrik |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Fisik: Menimbulkan percikan api |
Kebakaran dan ledakan,
luka bakar |
1 |
3 |
3 MR |
|
|||||||
4 |
Penghalusan sisa las
dengan gerinda |
Mekanik: Alat gerinda yang tajam dan berputar |
Tersayat, jari terpotong,
iritasi mata, kebutaan |
3 |
3 |
9 HR |
|
|||||
Fisik (Debu): Sisa las jadi butiran halus seperti debu |
Sesak nafas |
3 |
1 |
3 LR |
|
|||||||
Ergonomi: Dengan cara jongkok |
Low backpain, pegal-pegal |
2 |
2 |
4 LR |
|
|||||||
5 |
Pendempulan pengelasan
pagar |
Ergonomi: Menggerakan pergelangan tangan secara berulang, dan
bekerja jongkok dan membungkuk |
Kesemutan, keram pada
tangan, low back pain |
2 |
2 |
4 LR |
|
|||||
6 |
Pengamplasan pagar |
Ergonomi: Menggerakan pergelangan tangan secara berulang dengan
cara jongkok dan membungkuk |
Kesemutan, keram pada
tangan, low backpain |
2 |
2 |
4 LR |
|
|||||
Fisik (debu): Menghasilkan butiran halus |
Sesak nafas |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
7 |
Pengecatan pagar |
Kimiawi: Pengencer bensin dan kandungan bahan kimia dalam cat |
Sesak nafas, batuk |
3 |
3 |
9 HR |
|
|||||
Ergonomi: Dengan cara membungkuk, dan mengangkat pagar ke tempat
untuk melakukan pengecatan |
Low backpain, pegal pada bagian pundak, dan tangan |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
Kebisingan: Suara yang ditrimbulkan oleh mesin kompresor |
Gangguan pendengaran |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
8 |
Pengeringan cat pada
pagar |
Ergonomi: Dengan cara mengangkat pagar dengan manual, memindah
ke tempat yang terik atau hanya di angin-anginkan |
Pegal pada punggung,
tangan terkilir |
2 |
2 |
4 LR |
|
|||||
Proses Pemasangan Pagar |
|
|||||||||||
1 |
Pengangkatan pagar ke
mobil angkut |
Ergonomi: Mengangkat pagar dengan cara manual |
Low backpain, tangan terkilir |
4 |
1 |
4 MR |
|
|||||
2 |
Penurunan pagar dari
mobil angkut ke tempat pemasangan |
Ergonomi: Mengangkat pagar dengan cara manual |
Low backpain dan tangan terkilir |
4 |
1 |
4 MR |
|
|||||
3 |
Pengangkatan pagar ke
lantai 2 |
Fisika (ketinggian): Mengangkat dengan menggunakan tali
menuju lantai 2 |
Tertimpa barang dari atas |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||
4 |
Pengukuran material untuk
pembuatan scalep |
Ergonomi:Dengan cara jongkok |
Low back pain |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||
5 |
Pemotongan material |
Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam dan berputar
dengan kencang |
Tersayat, terpotong,
iritasi mata, dan kebutaan |
4 |
3 |
12 HR |
|
|||||
Ergonomi: Dengan cara jongkok |
Low backpain |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||||
Listrik: Rol kabel yang berserakan |
Tersandung |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Kebisingan: Suara yang dihasilkan oleh alat gerinda |
Ketulian |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
6 |
Pengelasan scalep di
tembok |
Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan |
Iritasi pada mata, mata
perih |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||
Ergonomi: Membungkuk saat melakukan pekerjaan |
Low backpain |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Listrik: Alat las yang digunakan salah satu kabelnya ada yang
terbuka, dan kabel yang berserakan |
Tersengat aliran listrik,
tersandung |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Asap dan Gas: Pengelasan mengeluarkan asap dan gas |
Sesak nafas, kanker
paru-paru |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Fisik: Menghasilkan percikan api |
Kebakaran, ledakan |
1 |
3 |
3 MR |
|
|||||||
7 |
Pengelasan scalep dengan
pagar |
Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan |
Iritasi mata, mata perih |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||
Asap dan Gas: Pengelasan mengeluarkan asap dan gas |
Sesak nafas, kanker
paru-paru |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Listrik: Kabel pada alat las ada yang terbuka |
Tersetrum aliran arus
listrik |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Fisik: Menghasilkan percikan api |
Kebakaran, ledakan |
1 |
3 |
3 MR |
|
|||||||
Ergonomi: Dengan cara membungkuk |
Low backpain |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
8 |
Penyatuan pagar 1 dengan
yang lain |
Radiasi: Cahaya ultraviolet yang muncul saat pengelasan |
Iritasi mata, mata perih |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||
Listrik: Kabel yang terbuka, dan kabel yang berserakan |
Tersengat aliran listrik,
tersandung |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Asap dan Gas: Pengelasan menghasilkan asap dan gas |
Sesak nafas, kanker
paru-paru |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Fisik: Menghasilkan percikan api |
Kebakaran, ledakan |
1 |
3 |
3 MR |
|
|||||||
Ergonomi: Dengan cara membungkuk |
Low backpain |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
9 |
Pemotongan kaki pagar |
Mekanik: Alat yang digunakan bersifat tajam dan berputar dengan
kencang |
Jari terpotong, tersayat,
dan kebutaan |
4 |
3 |
12 HR |
|
|||||
Listrik: Kabel berserakan |
Tersandung |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Kebisingan: Menimbulkan suara yang tidak nyaman |
Ketulian |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok |
Low backpain, kaki pegal, kesemutan |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||||
10 |
Pengeboran cor untuk
memasang paku |
Mekanik: Alat yang digunakan bergerak dengan menggunakan mesin |
Tangan terluka |
2 |
4 |
8 HR |
|
|||||
Fisika (getaran): Alat yang digunakan menghasilkan getaran
pada tangan |
Tremor pada tangan |
2 |
4 |
8 HR |
|
|||||||
Kebisingan (Fisik): Menghasilkan suara yang tidak nyaman |
Ketulian |
2 |
2 |
4 LR |
|
|||||||
Debu: Lingkungan pekerjaan banyak debu |
Sesak nafas, batuk |
3 |
1 |
3 LR |
|
|||||||
Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok |
Low backpain, kaki pegal |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||||
11 |
Pemasangan paku pada
samping kaki pagar |
Ergonomi: Pekerja melakukan dengan cara jongkok |
Low backpain, tangan terluka |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||
12 |
Penyatuan paku dengan
kaki pagar |
Radiasi: Tanpa menggunakan kacamata safety dan muncul cahaya
ultraviolet |
Penglihatan kabur,
iritasi mata |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||
Listrik: Kabel las terkelupas |
Tersengat aliran listrik |
2 |
3 |
6 MR |
|
|||||||
Asap dan Gas: Pengelasan menghasilkan asap dan gas |
Sesak nafas, kanker
paru-paru |
4 |
2 |
8 HR |
|
|||||||
Fisik: Menimbulkan percikan api |
Kebakaran dan ledakan |
1 |
3 |
3 MR |
|
|||||||
Ergonomi: Bekerja dengan cara jongkok dan berpindah ke tempat
yang lainnya |
Low backpain, kesemutan, pegal pada kaki |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||||
13 |
Pengecoran kaki pagar |
Kimiawi: Bahan baku semen yang mengandung kapur dan zat kimia
lain, pekerja tidak memakai masker |
Batuk, sesak nafas |
4 |
1 |
4 MR |
|
|||||
Ergonomi: Pencampuran bahan menggunakan tangan, dan dengan cara
jongkok, dan tidak menggunakan safety
shoes |
Tangan terkilir |
2 |
1 |
2 LR |
|
|||||||
Proses Finishing |
|
|||||||||||
1 |
Pengecatan ulang pagar |
Bahan kimia: Tak jarang pekerja tidak menggunakan maskernya |
Sesak napas |
3 |
3 |
9 HR |
|
|||||
Kebisingan: Sumber suara dari mesin |
Gangguan fungsi
pendengaran |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
Ergonomi: Dengan cara membungkuk atau jongkok |
Low back pain, pegal pada kaki, kesemutan |
3 |
2 |
6 MR |
|
|||||||
|
Potensi bahaya dan risiko tersebut timbul dari
faktor manusia dan peralatan. Risiko dari faktor manusia, dikarenakan kelalaian
atau kurangnya pemahaman mengenai K3 di tempat kerja. Sedangkan faktor
peralatan ditimbulkan dari cara kerja dari peralatan tersebut atau kurang
berfungsinya alat tersebut sehingga menimbulkan bahaya bagi pekerja.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan pagar
diantaranya seperti gerinda, bor, mesin las listrik, kompresor dan cat semprot
dan alat perkakas lainnya. Mesin gerinda yang digunakan merupakan gerinda
tangan, dimana gerinda tersebut menghasilkan getaran langsung pada tangan,
sehingga menimbulkan tremor pada tangan. Hal ini juga pernah diteliti pada
salah satu penelitian menyatakan bahwa
penggerindaan terdapat bahaya getaran yang dapat menybabkan gangguan syaraf
tepi dan kesemutan pada tangan (Widowati & Rahayu, 2018). Selain menghasilkan getaran langsung pada tangan, penelitian
lain dalam pengoperasian mesin gerinda juga menyebabkan risiko seperti
menimbulkan gangguan pendengaran, tersengat aliran arus listrik, luka sayat,
terkena gram gerinda, luka bakar karena percikan api, carpal tunel syndrom, dan
gangguan pernafasan akibat debu yang ditimbulkan (E-mail, n.d.).
Mesin bor
tangan digunakan untuk melubangi cor, dengan mata bor yang tajam dan
menghasilkan getaran saat pengoperasian, sehingga menimbulkan bahaya mekanik
dan bahaya getaran, selain itu mesin bor dioperasikan membutuhkan aliran
listrik, hal ini memicu adanya bahaya elektrik. Bahaya-bahaya yang telah
disebutkan tersebut masing-masing mengandung risiko. Menurut penelitian,
penggunaan mesin bor dengan intensitas lama, dapat mengakibatkan gangguan hand
arm vibration syndrome dan biasa dirasakan oleh tukang las, konstruksi dan
tukang kayu (Pramuditta & Kunaefi, 2016).
Pengelasan
merupakan proses penyambungan material dengan material lain sehingga membentuk
pagar sesuai dengan desain yang diinginkan. Saat pengelasan berlangsung, secara
langsung pekerja menghadapi bahaya, sehingga terpapar langsung oleh benda
asing, percikan api dan sinar ultaviolet. Hal ini dapat mengakibatkan trauma
pada pekerja. Pekerja yang terpapar langsung situasi seperti diatas, dapat
menimbulkan beberapa bahaya diantaranya yaitu bahaya radiasi dari cahaya
ultraviolet yang muncul saat pengelasan, selain itu juga terdapat bahaya asap
dan gas, dan bahaya panas/api, bahaya listrik. Pada penelitian lain, juga
menemukan saat melakukan aktivitas pengelasan ada bahaya listrik dan bahaya
radiasi, dan menimbulkan risiko seperti tersetrum, terpajan panas, terpajan
cahaya las, terpajan asap las, dan kebakaran. Dengan adanya bahaya tersebut pekerja
las tidak boleh menganggap remeh mengenai keselamatan kerja (Martalina et al., 2018).
Menurut
penelitian, kelelahan pada mata saat melakukan pengelasan diakibatkan oleh
paparan intensitas cahaya yang tinggi. Dimana intensitas cahaya tinggi
mengakibatkan mata beradaptasi dengan terang dan gelap saat pengelasan.
Munculnya percikan api dengan cepat sehingga dihasilkan intensitas cahaya yang
tinggi, mengakibatkan mata melakukan adaptasi terang dan gelap dengan sangat
cepat dan kuat. Saat mesin las dan logam dijauhkan secara otomatis intensitas
cahaya akan menurun kembali pada kondisi cahaya normal, sehingga penglihatan
pekerja yang berawal sangat menyilaukan mata kemudian selama beberapa detik
pandangan akan menjadi gelap. Hal ini disebabkan adanya perbedaan intensitas
cahaya, kondisi ini akan berlangsung selama pekerja melakukan pekerjaan (Husein, 2022). Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa intensitas cahaya pada proses pengelasan berkisar kurang
lebih 1505 lux. Cahaya tersebut dapat membakar iris dan epitel pigmen retina (Setiawan, 2017). Penelitian lain menyebutkan bahwa intensitas cahaya tinggi
dengan mengandung cahaya ultraviolet dapat mengakibatkan fotokeratitis pada
mata, diantaranya air mata berlebihan, kedutan yang abnormal, nyeri mata, dan
iritasi mata (Kurniawan, 2017). Hal ini juga dirasakan oleh pekerja Bengkel Las Makmur
Jaya, dikarenakan mereka terpapar tanpa menggunakan topeng las.
Proses
pengelasan mengandung beberapa bahan kimia yang dikarenakan oleh elektroda atau
kawat las yang digunakan. Pembakaran elektroda atau kawat las dengan logam akan
menyebabkan penguapan logam, uap air logam yang memiliki temperatur tinggi
kemudian akan berubah dingin sehingga berubah menjadi partikel-partikel halus
berupa asap dengan ukuran 0,1-10΅m. Dalam kasat mata, seperti asap pada
umumnya, namun asap ini mengandung partikel-partikel murni, dengan ukuran
tersebut memungkinkan asap dalam masuk kedalam paru-paru (Qolik et al., 2018). Dalam asap pengelasan, mengandung beberapa macam gas yang
membahayakan pekerja, diantaranya seperti carbon monoksida (CO), nitric oksida,
nitrogen oksida dan ozon (O3). Dampak kesehatan bagi pekerja ialah kelaianan
fungsi kerja ginjal dan sistem saraf, untuk gas seperti carbon monoksida dapat
menyebabkan asfiksia yang cukup serius. Selain gas tersebut dalam asap juga
mengandung zat mangan. Saat menghirup zat mangan ini dapat menimbulkan dampak
yang cukup serius seperti kerusakan paru-paru, hati sistem saraf pusat dan
ginjal tidak berfungsi dengan baik. Selain menimbulkan dampak buruk pada fungsi
pernafasan, mangan juga memiliki dampak buruk pada sistem reproduksi terutama
untuk lelaki, akan mengalami gangguan kesuburan pada pekerja laki-laki (Sukmandari et al., 2018).
Setelah kerangka pagar sudah siap, akan
dilanjutkan dengan pengecatan menggunakan mesin kompresor dan cat semprot. Cat
semprot digunakan karena hasil akan lebih memuaskan konsumen dibandingkan
dengan cat dengan kuas. Namun menurut penelitian, menyebutkan bahwa cat semprot
lebih membahayakan bagi tubuh dibandingkan dengan cat kuas, hal ini dikarenakan
cat semprot mengeluarkan partikel-partikel kecil yang menyebar kemudian berubah
menjadi aerosol, aerosol ini dapat mengganggu kesehatan pekerja dan orang lain
disekitar (Selviastuti et al., 2016). Pekerja melakukan
pekerjaan dengan menggunakan masker namun tidak benar memasangnya, sehingga
fungsi masker tidak maksimal, hal ini dapat menyebabkan ganggu pernafasan.
Proses
pengecatan kerangka pagar dilakukan pada ruangan terbuka (outdoor), sehingga
bahan kimia tersebar luas. Menurut penelitian, penyemprotan cat yang terjadi di
luar ruangan, memiliki dampak negatif karena partikel-partikel aerosol menyebar
luas, sehingga tidak hanya dihirup oleh pekerja saja, namun dapat juga terhirup
oleh orang lain yang berada disekitarnya (Damayanti et al., 2016). Selain partikel-partikel yang tersebar menjadi aerosol,
kandungan kimia dalam cat juga membahayakan bagi tubuh. Kandungan yang ada di
dalamnya ialah tiner, binder dan pigmen. Ketiga unsur tersebut merupakan unsur
pokok yang ada di dalam cat dan unsur tersebut membahayakan. Efek negatif efek
negatif yang ditimbulkan dari kandungan cat tersebut ialah pusing, iritasi
mata, sampai pada gangguan reproduksi, kerusakan pada sistem saraf pusat,
kanker paru-paru, ISPA, dan iritasi kulit (Sriratih et al., 2021).
Postur pekerja
yang janggal saat melakukan pekerjaan, dapat menimbulkan risiko. Sehingga
pekerja sering mengeluhkan mengalami pegal-pegal, gangguan muschoskeletal
disorders. Ini sesuai dengan penelitian bahwa sikap kerja berdiri, sikap kerja
duduk/jongkok, sikap kerja membungkuk, dan membawa beban dapat menambah risiko
cidera pada bagian musculoskeletal (Prasetyo, 2012). Menurut penelitian, faktor yang mempengaruhi keluhan muskuloskeletal
disorders lebih dari 1 faktor risiko salah satunya yaitu manual handling (Tjahayuningtyas, 2019). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang lainnya,
menyebutkan hal yang sama musculoskeletal disorders diakibatkan oleh postur
tubuh yang janggal dan manual handling (Journal & Padi, 2023).
Selain
permasalahan pada peralatan dan manusia, terdapat juga permasalahan unsafe
condition atau kondisi tidak aman. Berdasarkan hasil observasi langsung
dilapangan, didapatkan kondisi tidak aman yang dapat memicu adanya kecelakaan
kerja, diantaranya seperti kabel yang berserakan, area tempat kerja yang
berisik, adanya lantai yang berlubang dan tidak tersedia APAR dalam bengkel
tersebut. Kabel-kabel yang berserakan dapat mengakibatkan korsleting listrik.
APAR sangat penting dalam proses pengelasan, hal ini disebabkan terdapat
percikan api yang dapat memicu terjadinya kebakaran, sehingga APAR harus
tersedia di bengkel.
Hal tersebut
tidak sesuai dengan salah satu syarat penerapan K3 menurut Undang-Undang No 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran (Rahmat et al., 1970). Oleh karena itu pihak bengkel harus memenuhi syarat K3.
Risiko bahaya
tidak hanya muncul dari peralatan yang digunakan dan pekerja, namun juga muncul
dari lingkungan kerja. Lingkungan kerja sangat mempengaruhi pekerja saat
melakukan pekerjaan. Dalam proses pembuatan pagar ini terdapat 2 lingkungan
kerja yaitu bengkel las dan lokasi pemasangan pagar tersebut. Posisi bengkel
las terletak pada pinggir jalan raya, sehingga menimbulkan bising yang
ditimbulkan dari kendaraan yang berlalu lalang. Selain itu area kerja saat
melakukan pekerjaan terlihat kabel-kabel dan material yang berserakan, berdebu,
dan adanya suara bising dari peralatan yang dioperasikan. Penelitian menyatakan
lingkungan kerja yang nyaman dan aman akan menjadikan pekerja sehat dan
produktif, sehingga akan meningkatkan kinerja dan hasil kerja tinggi,
sebaliknya jika tidak ada kenyamanan dalam lingkungan kerja akan membuat
pekerja merasa tidak bersemangat, bosan dan kurang optimal dalam pekerjaan (Bhastary & Suwardi, 2018).
Pada tahap
identifikasi terdapat 2 potensi bahaya pada proses pra-fabrikasi, 20 potensi
bahaya pada proses fabrikasi, 40 potensi bahaya pada proses pemasangan pagar,
dan 3 potensi bahaya pada proses finishing. Tahap penentuan tingkat risiko
terdapat 2 low risk pada proses pra-fabrikasi, pada proses fabrikasi terdapat 7
low risk, 8 medium risk dan 5 high risk, proses pemasangan pagar terdapat 9 low
risk 16 medium risk dan 15 high risk, dan pada proses finishing ada 2 medium
risk dan 1 high risk.
Selanjutnya
melakukan evaluasi risiko menggunakan konsep ALARP, dengan konsep tersebut
risiko dikelompokan menjadi 3, yaitu risiko dapat diterima, risiko dapat
ditolerir dan risiko tidak dapat diterima. Hasil evaluasi risiko dalam
penelitian ini 18 risiko dapat diterima, 26 risiko dapat ditolerir, dan 21
risiko tidak dapat diterima. Risiko dengan kategori dapat diterima tidak
memerlukan tindakan pencegahan sesegera mungkin namun perlu juga melakukan
tindakan pencegahan. Sedangkan untuk risiko tidak dapat diterima perlu adanya
tindakan pencegahan sesegera mungkin guna untuk mencegah adanya kecelakaan
kerja. Oleh sebab itu perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan merancang
hirarki pengendalian.
Berdasarkan
ISO 45001 pengendalian risiko dapat dilakukan dengan cara eliminasi,
substitusi, pengendalian teknik, pengendalian administratif dan penggunaan alat
pelindung diri (APD) (Institution, 2018). Pekerja Bengkel las Makmur Jaya telah menggunakan APD,
namun kurang lengkap, APD tersebut pekerja membawa sendiri pihak Bengkel tidak
menyediakan APD.
Dari
permasalahan tersebut bengkel las Makmur Jaya belum memenuhi Permenakertrans
No. 08 tahun 2010 (Dwi et al., 2021) tentang Alat Pelindung Diri pasal 2 menyebutkan bahwa
pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Menurut
penelitian, pekerja harus menjamin kenyamanan dan keamanan para pekerja, dengan
pekerja merasakan nyaman dan aman maka akan memiliki rasa tanggungjawab
terhadap pekerjaan di tempat kerjanya (Nugraha et al., 2018).
Ketersediaan
APD ialah salah satu langkah untuk mencegah adanya kecelakaan dan risiko yang
dapat terjadi di tempat kerja (Maarif & Hariyono, 2017). Jika tempat kerja tidak menyediakan APD dapat diartikan
pengusaha telah membahayakan pekejaan dan dapat timbul risiko kerja dalam
lingkungan kerja. Oleh sebab itu penyediaan APD menjadi sangat penting karena
pekerja merupakan aset dari perusahaan, sebab itu jika terdapat kecelakaan
kerja maka akan berkurang aset yang dimiliki oleh perusahaan. APD yang harus disediakan
dalam pekerja welder ialah masker, sepatu safety, apron, sarung tangan,
kacamatan safety, earplug, dan wearpack.
Pada saat
pengelasan pekerja tidak menggunakan kacamata safety atau topeng las, sebab itu
pekerja sering mengeluhkan mata terasa perih dan pegal pada malam hari setelah
melakukan pengelasan, sehingga menyulitkan pekerja untuk istirahat dan pada
akhirnya dapat mengganggu konsentrasi pada saat bekerja, sehingga akan
mengakibatkan adanya kecelakaan kerja. Penelitian menyatakan bahwa kurang
konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dapat berpotensi mengancam keselamatan
yang tidak dapat terhindarkan (Swaputri, 2013).
Pada observasi
secara langsung terdapat potensi bahaya listrik dengan kabel yang berserakan
dan tidak tertata dengan rapi, kondisi tersebut dapat menimbulkan risiko seperti
tersandung saat berjalan. Oleh sebab itu perlu adanya penanganan dengan
menggunakan pengendalian rekayasa teknik dengan memasangkan klep pada rol kabel
di dinding sehingga terlihat rapi dan tidak mengganggu pekerja, sedangkan
menurut penelitian, pengendalian yang dapat digunakan dengan cara pengendalian
teknik dengan memasangkan pelindung atau protector dan dipasang dengan rapi,
sehingga mencegah adanya kerusakan pada kabel atau mengganggu pekerja (Primasari et al., 2016).
Kesimpulan
Proses pembuatan pagar
terbagi menjadi 4 tahap, yaitu tahap pra-fabrikasi, tahap fabrikasi, tahap
pemasangan pagar, dan tahap finishing.Tahap pra-fabrikasi memiliki 1 risiko
rendah, tahap fabrikasi memiliki 5 high
risk, 8 moderate risk, dan 7 low risk. Tahap pemasangan pagar
memiliki 15 high risk, 16 moderate risk, dan 9 low risk dan tahap finishing memiliki 2 moderate risk dan 1 high risk. Evaluasi risiko dengan konsep ALARP diategorikan
terdapat 18 risiko dengan kategori dapat diterima, 26 risiko dapat ditolerir
dan 21 risiko tidak dapat diterima. Pengendalian yang telah dilakukan pada
Bengkel Las Makmur Jaya ini dengan menerapkan istirahat pada siang hari dan
penggunaan P3K saat ada kecelakaan.
BIBLIOGRAFI
Bachtiar,
E., Mahyuddin, M., Nur, N. K., Tumpu, M., Rosyidah, M., Setiawan, A. M.,
Erdawaty, E., Yanti, Y., Ihsan, M., & Makbul, R. (2021). Manajemen K3
Konstruksi. Yayasan Kita Menulis.
Bhastary,
M. D., & Suwardi, K. (2018). Analisis Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di Pt.Samudera
Perdana. Jurnal Manajemen Dan Keuangan, 7(1), 4760.
Https://Doi.Org/10.33059/Jmk.V7i1.753
Cooper, D.
(2004). The Australian And New Zealand Standard On Risk Management, As/Nzs
4360: 2004. Tutorial Notes: Broadleaf Capital International Pty Ltd,
128151.
Damayanti,
A. R., Yusmawan, W., & Naftali, Z. (2016). Pengecatan Mobil Pengguna Cat
Semprot ( Studi Pada Bengkel Pengecatan Mobil Di Kota Semarang ). Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 5(4), 375385.
Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Medico
Dwi, C.,
Putri, A., & Syakurah, R. A. (2021). Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
Pada Tenaga Kesehatan Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 : Sebuah Kajian
Literasi Infection Prevention And Control In Health Workers In Facing The
Covid-19 Pandemic : A Literature Study. Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(2),
227237.
E-Mail, P.
L. N. P. (N.D.). Operator Mesin Gerinda Hazard Identification And Risk
Assessment Of Grinding Machine Operator.
Husein, M.
(2022). Hubungan Faktor Pekerja Dan Intensitas Cahaya Las Dengan Kelelahan Mata
Pada Pekerja. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(1),
339. Https://Doi.Org/10.33087/Jiubj.V22i1.1796
Institution,
B. S. (2018). Bs Iso 45001: 2018: Occupational Health And Safety Management
Systems-Requirements With Guidance For Use. Bsi Standards Limited.
Journal,
P., & Padi, P. (2023). Physio Journal. 3(1).
Kurniawan,
A. (2017). Gejala Fotokeratitis Akut Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet (Uv) Pada
Pekerja Las Di Pt. Pal Indonesia Surabaya. Ikesma, 13(1), 2231.
Https://Doi.Org/10.19184/Ikesma.V13i1.7021
Maarif, S.,
& Hariyono, W. (2017). Pengawasan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Dan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Apd) Pada Welder Di Pt Gunanusa
Utama Fabricators Kabupaten Serang.
Martalina,
S., Yetti, H., & Lestari, Y. (2018). Identifikasi Bahaya Dan Risiko
Keselamatan Kerja Pada Saat Overhaul Di Area Kiln Pt. X Tahun 2017. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(1), 14. Https://Doi.Org/10.25077/Jka.V7i1.774
Nugraha, S.
A., Mawardi, W., & Purwangka, F. (2018). Identifikasi Kompetensi Kerja Pada
Area Docking Kapal Di Ppn Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Jurnal
Ilmiah Samudra Akuatika, 2(1), 2334.
Pramuditta,
L., & Kunaefi, T. D. (2016). Pengaruh Paparan Getaran Mesin Terhadap
Kelelahan Dan Hand Arm Vibration Syndrome (Havs) Pada Pekerja Di Industri Beton
Pracetak (Studi Kasus Pt Scg Pipe And Precast Indonesia). Jurnal Teknik
Lingkungan, 22(2), 4251.
Prasetyo,
W. S. & W. (2012). Perbaikan Postur Kerja Untuk Mengurangi Keluhan
Muskuloskeletal Dengan Pendekatan Metode Owas (Studi Kasus Di Ud. Rizki Ragil
Jaya Kota Cilegon). Spektrum Industri: Jurnal Ilmiah Pengetahuan Dan
Penerapan Teknik Industri, 10(1), 6981.
Primasari,
A., Denny, H., & Ekawati, E. (2016). Penerapan Hazard Identification Risk
Assessment And Risk Control (Hirarc) Sebagai Pengendalian Potensi Kecelakaan
Kerja Di Bagian Produksi Body Bus Pt. X Magelang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (E-Journal), 4(1), 284292.
Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jkm
Qolik, A.,
Yoto, Y., Basuki, B., Sunomo, S., & Wahono, W. (2018). Bahaya Asap Dan
Radiasi Sinar Las Terhadap Pekerja Las Di Sektor Informal. Jurnal Teknik
Mesin Dan Pembelajaran, 1(1), 1.
Https://Doi.Org/10.17977/Um054v1i1p1-4
Rahmat, D.,
Yang, T., & Esa, M. (1970). A R T I K E Lt E Nt A Ng Ha M. 14.
Ramli, S.
(2019). Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 Ohs Risk
Management.
Selviastuti,
R., Darundiati, Y., & Setiani, O. (2016). Analisis Risiko Kesehatan Pajanan
Timbal (Pb) Pada Pekerja Karoseri Bus X Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (E-Journal), 4(3), 871878.
Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jkm
Setiawan,
D. (2017). Hubungan Antara Umur Dan Intensitas Cahaya Las Dengan Kelelahan Mata
Pada Juru Las Pt. X Di Kabupaten Gresik. The Indonesian Journal Of
Occupational Safety And Health, 5(2), 142.
Https://Doi.Org/10.20473/Ijosh.V5i2.2016.142-152
Sriratih,
E. A., Suhartono, S., & Nurjazuli, N. (2021). Analisis Faktor Lingkungan
Fisik Dalam Ruang Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Negara
Berkembang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 9(4), 473482.
Sukmandari
Et Al. (2018). Potensi Bahaya Kerja Pada Pekerja Industri Manufaktur Logam
Potential Work Hazard On Metal Manufacturing Industry Erna Agustin Sulogam,
Manufaktur, Debu Logam, Keselamatan Dan, And Kesehatan Kerja. Potensi Bahaya
Kerja Pada Pekerja Industri Manufaktur Lo. Jurnal Manajemen Kesehatan
Yayasan Rs. Dr. Soetomo, 4 No. 2, 170177.
Swaputri,
E. (2013). Analisis Penyebab Kecelakaa Kerja. Kesehatan Masyarakat, 9(1),
3743.
Tjahayuningtyas,
A. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds)
Pada Pekerja Informal. The Indonesian Journal Of Occupational Safety And
Health, 8(1), 1. Https://Doi.Org/10.20473/Ijosh.V8i1.2019.1-10
Widharto,
S. (2007). Menuju Juru Las Tingkat Dunia. Jakarta: Pt. Pradnya Paramita.
Widowati,
E., & Rahayu, S. R. (2018). Penggunaan Job Hazard Analysis Dalam
Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja Pada Pengrajin Logam. Higeia (Journal
Of Public Health Research And Development), 2(4), 510519.